Ini adalah kutipan tulisan dari seorang anggota dewan yang saya kenal dan saya tahu betul kapasitas sebagai anggota DPRD di Kota Bekasi. Dia adalah Thamrin Usman, anggota DPRD Kota Bekasi dari PAN (Partai Amanat Nasional) untuk dua periode mulai dari tahun 2004-2009, 2009-2014 dan kini periode 2014-2019 dari partai yang berbeda, yakni HANURA.
Kiprahnya di dunia politik saya kenal betul mempunyai catatan yang bersih, semenjak saya mengenalnya di tahun 1999 hingga kini, tak ada yang berubah dari kesederhanaan seorang tokoh masyarakat dan pernah menjadi wakil rakyat beberapa kali ini. Loyalitas kepada partainya sudah nampak dari awal-awal tahun membangun organisasi kepartaian di wilayah Kota Bekasi, meskipun di belakang hari dia mencoba untuk menghindari konflik internal partai dengan cara menyelamatkan konstituennya di wilayah daerah pemilihnya.'
Apa yang dilakukannya selama belasan tahun inilah yang disebutnya sebagai investasi politik di pasar demokrasi. Sungguh ada pelajaran manis dan pesan moral yang hendak disampaikannya sebagai praktisi politik dimana sebagai politisi masih ada moral etika yang harus dipegang teguh untuk tetap bisa dipercaya dan dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka di pusat pemerintahan dan kebijakan. Sungguh bukan pekerjaan yang sederhana tapi seorang Thamrin Usman, telah membuktikannya hingga kini ia tetap menjabat sebagai wakil rakyatnya. Semoga amanah itu bisa terus dipegangnya. Dan berikut ini tulisan yang ingin disampaikannya kepada kalayak pembaca, mengapa dia berhasil terpilih kembali menjadi anggota DPRD di Kota Bekasi.
Thamrin Usman, Anggota DPRD Kota Bekasi Periode 2014-2019 Partai Hanura.
Tulisan ini adalah gambaran umum tentang hiruk pikuk pemilu tahun 2014 sebagai bahan evaluasi dan kajian untuk membangun demokrasi yang menjadi gelanggang fair nan suci bagi politisi sejati untuk meraih posisi strategis dalam menjelmakan idealisme politiknya yang bertujuan mensejahterakan rakyat. Mari membangun demokrasi dengan mensinergikan kecerdasan intelektual dan spiritual.
Secara umum kita kenal dengan teori ekonomi ada tiga tahapan investasi berdasarkan jangka waktu, yakni investasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Sementara dalam industri politik dibagi menjadi dua tahapan investasi, yakni investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Kedua tahapan investasi ini masing-masing memerlukan sumber daya untuk menguasai pasar demokrasi.
Investasi politik yang dimaksud adalah "suatu proses panjang yang dilakukan untuk mencari dan menyebar pengaruh di tengah masyarakat dalam rangka mendapatkan dukungan politik di bursa demokrasi", (Ruslan Ismai Mage).
Sama halnya dengan industri barang yang menghasilkan benda yang bersifat konkret bisa dilihat dan diraba, apabila ingin dijual atau dipasarkan terlebih dahulu pemasar harus memahami karakteristik pasar sasaran. Begitu pula apabila ingin melakukan investasi dalam industri politik, langkah awal yang harus dilakukan adalah memahami karakter utama pasar demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai penentu utama kemenangan. Artinya siapa saja yang berhasil menarik suara rakyat terbanyak, dialah yang jadi pemenang. Dalam usaha keberhasilan menarik suara rakyat tersebut apakah dengan investasi jangka pendek atau investasi politik jangka panjang?
Investasi politik jangka pendek maksudnya adalah investasi yang dilakukan secara mendadak oleh para politisi yang mau ikut bertarung dalam perebutan pengaruh dan kekuasaan. Konsekwensi pilihan investasi politik jangka pendek, berdasarkan pengamatan lapangan memerlukan biaya yang cukup besar, karena memerlukan banyak energi dalam rangka menjual kecap di pasar demokrasi untuk menaikkan popularitas dengan cara menyiapkan sebanyak-banyaknya alat peraga kampanye, dana sosialisasi dengan segala cara dan bentuknya yang tujuannya adalah untuk membangunkan orang "TIDUR" agar menatap gambar / foto dirinya di media cetak atau elektronik. Dan hampir semua ruang dan waktu digunakan untuk menyapa rakyat secara dadakan.
Spanduk-spanduk tergantung di setiap sudut untuk memproklamirkan dirinya yang terkadang berkesan bahwa yang paling sempurna adalah dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Brosur-brosur disebar ke pasar-pasar, warung, kedai dan tempat strategis lainnya.
Belum lagi kadang-kadang harus mengikuti teori kepura-puraan ala Machiaveli, harus hidup dalam kepura-puraan; pura-pura empati, bermoral, santun, pintar, bersih, peduli, berbudi dan atau tiba-tiba menjadi murah senyum, suka menyumbang, dermawan. Dimana semua itu dilakukan dengan harapan rakyat terkesima memandang sosok dirinya.
Tidak jarang yang terlihat yang katanya dalam proses membangun demokrasi, justru ditemukan fenomena bahwa demokrasi itu hanya berpihak dan menguntungkan secara politik bagi kelompok elit yang bermodal besar. Banyak ditemukan kenyataan di lapangan, bahwa demokrasi hanya dijadikan baju rompi untuk memasuki wilayah politik, yang akhir-akhir ini cenderung menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, meskipun di atas penderitaan rakyat yang tereksploitasi dimana muncul kelompok yang hendak memanfaatkan suasana dengan menghambur-hamburkan uang dalam meraih jabatan tanpa mengindahkan etika berpolitik dan moral.
Bagaimana kalau pilihan investasi politik jangka panjang? Dalam pasar demokrasi yang dimaksud dengan investasi politik jangka panjang adalah investasi yang dilakukan jauh-jauh hari sebelum pesta demokrasi dilaksanakan dalam bentuk penentuan pemilihan caleg, pilkada dan pilpres tentunya. Untuk alternatif pilihan investasi ini biaya politik yang dikeluarkan relatif lebih murah.
Ada dua kelebihan investasi politik jangka panjang. Pertama, tidak membutuhkan modal terlalu banyak, justru apabila memahami dan memilih saluran investasinya secara tepat maka industri politik itu pada dasarnya bisa menjadi sangat murah.
Kedua, pasar demokrasi tidak merasa dikagetkan, karena tanpa disadari karakter tokoh yang akan dimunculkan telah tersosialisasi secara lama dan sistematik menyentuk kesadaran memori publik. Investasi politik jangka panjang dapat dilakukan dengan beberapa cara yang bisa disesuaikan dengan pola perilaku dan budaya masyarakat setempat. Misalnya dengan pola menabung suara dan menabung saham budi pekerti.
Referensi : Burke Hedges, The Parable of the Pipeline, Jakarta: Network Twenty One, Kakarta, 2002
Penulis: Thamrin Usman, Anggota DPRD Kota Bekasi, Partai Hanura
Editor : SidikRizal, www.kandidat-kandidat.com
Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan