POV Wartawan, Komika dan Pejabat dengan Gaya Komedi Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono dan Mongol Stress
kandidat-kandidat.com - Ahad 27 April 2025, 06:21 WIB, DikRizalJAKARTA, Kandidat2 — Berikut adalah versi stand-up script lengkap dengan format panggung khas Raditya Dika: ada beat, act out, dan awkward timing—durasi sekitar 15 menit.
Judul: “Wartawan, Komika, Pejabat: Kok Kayak Mirip Ya?”
By: Sidik Rizal, Warkop (Wartawan, Komika Ompong tapi Ngetop)
Gaya: Raditya Dika – naratif, jujur, awkward, absurd
(masuk ke panggung, jalan pelan, tatap penonton awkward)
Halo semuanya…
Nama saya Sidik Rizal, Warkop...
Sesuatu yang menyatukan bangsa ini...
Bukan lagu wajib nasional...
Tapi... profesi yang suka muncul di TV.
beat
Wartawan, komika... dan pejabat.
Yang satu meliput masalah…
Satu lagi ngetawain masalah…
Dan yang lainnya… bikin masalah.
[BEAT: GAYA BICARA]
Saya pernah diundang ke acara talk show. Panelisnya ada wartawan senior,
Wartawan dateng bawa map.
Pejabat dateng bawa ajudan.
Saya dateng bawa keresahan.
beat
“Berdasarkan investigasi kami di lapangan.. Eaa...”
“Bro, dia itu pejabat Kemenag… Jangan ente bilang berdasarkan investigasi di lapangan. Kalo kemenag harusnya gini, berdasarkan investigasi kami saat pergi haji dan wuquf di Arafah, quota haji ternyata...”
Komika beda.
Kalimat pembuka komika tuh kayak:
“Lo pernah gak sih…”
Dan lo tahu...
Setelah “lo pernah gak sih”,
gak ada fakta.
Yang ada... aib.
“Lo pernah gak sih nyium parfum mantan lo di lift… terus lo pura-pura pingsan supaya gak nangis?”
Tapi pejabat… itu lucu.
Wartawan:
“Pak, bagaimana soal dugaan korupsi ini?”
Pejabat:
“Pertanyaan itu bagus sekali, akan kami bahas di rapat lintas sektor dan kami evaluasi kembali berdasarkan konteks regional yang ada.”
pause
= Ngeles nasional.
Semua profesi ini... suka disalahin.
Wartawan?
Komika?
“Jokemu gak sopan!”
Pejabat?
“Eh, Pak, kenapa rekening Bapak isinya kayak rekening negara tetangga?”
[ACT OUT – PEJABAT NGOMONG SMOOTH]
beat
Iya... keamanan negara dari siapa?
[CERITA ABSURD PACARAN]
Gue pernah pacaran sama anak wartawan.
Pacaran sama dia tuh... deg-degan.
Setiap lo bohong… dia ngerasa kayak lagi wawancara Menteri Keuangan.
Dia nanya,
“Kamu di mana semalem?”
Gue jawab,
“Di rumah…”
act out – cewek buka laptop
“Hmm… CCTV RW gak menunjukkan kamu masuk wilayah perumahan. Kamu bohong ya?”
“Nih orang sayang sama gue… atau dia lagi ngeliput investigasi Net 86?”
Wartawan hidupnya penuh deadline.
Komika hidupnya penuh tekanan batin.
Pejabat hidupnya... penuh tabungan.
[ACT OUT – GAYA MANDI]
Wartawan bangun pagi-pagi.
Komika bangun siang, mandi jam 4 sore.
Pejabat… dia gak mandi, karena katanya aura pemimpin gak boleh luntur.
[BEAT: PERSAMAAN]
Tapi ya... mereka tuh sebenernya sama.
Sama-sama bisa muncul di TV.
Sama-sama pernah diancam.
Dan… sama-sama suka pura-pura.
Komika pura-pura lucu...
padahal abis diputusin.
Pejabat pura-pura peduli…
[CLOSING – INTROSPEKTIF & CENGIRIS]
Dalam hidup ini, kadang...
Yang paling jujur justru yang dianggap bercanda.
Dan yang paling sering bohong…
Jadi kalau kalian ketemu wartawan, komika, dan pejabat di satu ruangan…
Percayalah, yang bisa lo pegang cuma satu…
beat
Tas lo.
Siapa tau hilang.
[AKHIR]
Terima kasih semuanya, gue Sidik Rizal.
Wassalamualaikum, semoga kalian gak pernah diwawancarai wartawan, dikritik komika, atau diajak makan siang sama pejabat.
(Gaya Pandji Pragiwaksono)
Judul: “Wartawan, Komika, Pejabat – Trinitas Kacau Negara”
Durasi: ±15 menit
(Dengan nada percaya diri, tatap penonton)
Bangsa ini bukan kekurangan sumber daya.
Bukan kekurangan potensi.
Yang kita kekurangan tuh...
Orang waras.
Dan dari semua kegaduhan yang terjadi...
Biasanya muncul dari 3 profesi ini:
Wartawan, Komika, Pejabat.
Gue percaya...
(pause – senyum tipis)
Yang satu nyari tawa...
Yang satu nyari... celah.
(Gaya retoris, argumen kuat)
Wartawan, dulu,
Sekarang?
Judul berita tuh udah kayak status Facebook anak SMP:
"Dikira Mau Makan, Pria Ini Malah Melakukan Hal yang Tidak Terduga."
Isi beritanya?
Nasi bungkusnya basi.
(beat, angkat alis)
Lo tau gak kenapa berita begitu banyak klik?
Karena kita hidup di zaman yang...
"gak penting, asal viral."
(Act out - wartawan peliputan dramatis)
(pause, nada tajam)
Tapi tempat menjual ketakutan.
(Nada naik, lebih berapi-api)
Komika juga sering salah dimengerti.
Dikira kita cuma mau lucu-lucuan.
Padahal...
Komika itu sejenis psikiater tanpa gelar.
(senyum tipis, lebih tenang)
Kita ngomongin keresahan.
Kita jadi suara rakyat...
Cuma masalahnya, rakyatnya gak siap.
Contoh...
Gue ngomongin korupsi dikit...
Langsung ada yang bilang:
“Eh, jangan bawa-bawa politik dong. Saya cuma mau ketawa!”
(pause, tatap tajam)
Bro…
Kalau lo cuma mau ketawa tanpa mikir…
Tonton acara lomba joget anak-anak SD.
(Act out - Komika curhat batin)
“Gue diputusin pacar...
Gue gak bisa tidur...
Gue bikin bit.
Lucu? Nggak!
(Pause – ke penonton)
Karena komika tuh…
(Nada agak sinis tapi elegan)
Nah… ini yang menarik.
Pejabat.
Satu-satunya profesi…
Yang bisa miskin waktu kampanye...
Dan kaya pas dilantik.
(beat – ekspresi heran)
Pejabat itu luar biasa.
Tiap ngomong tuh bisa diplomatis banget.
Padahal artinya kosong.
(Act out - pejabat jawaban muter)
“Kami sedang mengkaji usulan dari masyarakat dan berupaya menjalin sinergi lintas sektor untuk solusi berkelanjutan...”
APAAN?!
Gue cuma nanya: “Pak, kenapa jalan depan rumah saya masih tanah?!”
(Beat – tajam)
Di negara ini, pejabat yang kerja keras itu...
Masuk penjara.
Yang kerja santai?
Masuk periode kedua.
(Tenang, tapi penuh makna)
Tiga profesi ini—wartawan, komika, pejabat—sebenarnya penting.
Kalau mereka bekerja dengan integritas.
Wartawan bisa jaga informasi.
Komika jaga kewarasan.
Pejabat jaga keadilan.
Tapi ketika mereka kehilangan arah...
Kita, rakyat...
Yang kehilangan harapan.
(beat – tatap ke depan, nada lebih reflektif)
Dan sekarang...
Satu-satunya yang bisa lo percaya...
Itu bukan pejabat, bukan berita...
Tapi...
Feeling lo sendiri.
(tutup dengan senyum khas Pandji)
Gue Pandji,
Terima kasih.
Jangan pernah berhenti mikir.
Karena yang berhenti mikir...
Biasanya jadi trending nomor 1.
[ALTERNATIF 3 – 10 MENIT]
Segmentasi 1 Materi Stand-up Comedy Sidik Rizal tentang persamaan dan perbedaan wartawan dengan komika dan pejabat
---
Berikut skrip stand-up comedy tentang persamaan dan perbedaan antara wartawan, komika, dan pejabat, untuk 10 menit:
Bagian 1:
Persamaan Wartawan dan Komika
(2 menit)
"Wartawan dan komika, dua profesi yang sama-sama butuh kata-kata. Bedanya, wartawan butuh kata-kata yang akurat, sedangkan komika butuh kata-kata yang umbar urat tawa.
Tapi, kalau wartawan salah kata, bisa jadi berita hoaks. Kalau komika salah kata, bisa jadi komedi yang gagal. (tertawa)
"Aku pernah lihat wartawan nulis, 'Presiden datang ke acara dengan senyum lebar.' Padahal, fotonya menunjukkan presiden dengan wajah datar. (tertawa)
Komika juga bisa bikin lelucon dari kesalahan kayak gitu. 'Presiden senyum lebar, tapi fotonya malah wajah datar. Mungkin itu yang namanya senyum diplomatik.' (tertawa)"
Bagian 2:
Perbedaan Wartawan dan Pejabat
(3 menit)
"Wartawan dan pejabat, dua profesi yang berbeda banget. Wartawan nulis berita, pejabat bikin kebijakan. Tapi, kadang wartawan lebih berkuasa daripada pejabat. Wartawan bisa bikin pejabat jadi sorotan, pejabat cuma bisa bikin kebijakan yang kadang tidak populer. (tertawa)
"Aku pernah lihat pejabat wawancara, 'Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan ini?' Jawabnya, 'Kebijakan ini sangat baik dan akan membawa kemajuan bagi masyarakat.' (dengan nada datar)
Wartawan langsung nulis, 'Pejabat bilang kebijakan ini baik.' Padahal, pejabat bilang banyak kata, tapi intinya cuma 'kebijakan ini baik'. (tertawa)"
Bagian 3:
Persamaan Komika dan Pejabat
(3 menit)
"Komika dan pejabat, dua profesi yang sama-sama butuh panggung. Bedanya, komika butuh panggung untuk bikin orang tertawa, sedangkan pejabat butuh panggung untuk bikin orang percaya.
Tapi, kalau komika gagal bikin orang tertawa, mereka cuma akan dapat komentar 'gak lucu'.
Kalau pejabat gagal bikin orang percaya, mereka bisa dapat komentar 'gak becus'. (tertawa)
"Aku pernah lihat komika bikin lelucon tentang pejabat. 'Pejabat seperti komika, bedanya komika dapat uang dari bikin orang tertawa, pejabat dapat uang dari bikin orang tidak tertawa.' (tertawa)"
Bagian 4:
Kesimpulan
(2 menit)
"Itu tadi beberapa persamaan dan perbedaan antara wartawan, komika, dan pejabat.
Wartawan bikin berita rakyat,
komika bikin lelucon tentang berita,
pejabat bikin kebijakan, jadi berita, jadi lelucon rakyat.
Tapi, sama-sama butuh kata-kata yang tepat. Kalau tidak, bisa jadi berita hoaks,
komedi yang gagal,
atau kebijakan yang gak populer.
(tertawa)
"Aku harap, wartawan bisa...
lebih kreatif dalam nulis berita,
komika bisa lebih lucu dalam bikin lelucon, dan pejabat bisa lebih bijak dalam bikin kebijakan.

Berikut naskah stand-up comedy berdurasi sekitar 15 menit yang membandingkan wartawan, komika, dan pejabat — lengkap dengan punchline dan observasi khas komedi:
Judul: "Tiga Profesi, Satu Panggung"
(Pembukaan)
Halo semuanya!
Saya Sidik Rizal, sering dipanggil
Sidik Warkop. Wartawan Komika, Ompong tapi Ngetop.
Saya mau bahas tiga profesi yang paling sering muncul di TV:
wartawan, komika, dan pejabat.
Bedanya, wartawan nanya, komika ngelawak, pejabat ngeles!
(Perbandingan awal)
Tiga-tiganya suka ngomong di depan publik. Tapi tujuannya beda.Wartawan ngomong buat ngungkap fakta.
Komika ngomong buat ngungkap keluh kesah.
Pejabat ngomong buat nutupin fakta dan keluh kesah!
(Gaya berpakaian)
Lihat dari gaya berpakaian:Wartawan: Jas, dasi, muka tegang kayak ujian SIM.
Komika: Kaos, jeans, kadang jaket – kayak mahasiswa abadi.
Pejabat: Pakaian dinas lengkap. Tapi yang kerja stafnya.
(Alat kerja)
Wartawan bawa mikrofon, komika juga. Bedanya,Wartawan nanya: “Apa tanggapan Anda soal korupsi ini?”
Komika nanya: “Pernah gak sih kalian ke Indomaret jam 3 pagi cuma buat beli Aqua, terus keluar bawa panci?”
(Sikap di depan kamera)Wartawan: serius, tajam, investigatif.
Komika: santai, lucu, kadang nyebelin.
Pejabat: tenang, penuh senyum... padahal baru kena OTT dua jam lalu.
(Reaksi penonton atau publik)Wartawan bikin orang penasaran.
Komika bikin orang ketawa.
Pejabat bikin orang stress... terus ketawa sinis.
(Bahasa yang dipakai)Wartawan pakai bahasa jurnalistik.
Komika pakai bahasa rakyat.
Pejabat? Bahasa diplomatik: muter-muter, ujungnya gak jawab.
(Contoh kalimat khas)Wartawan: “Apakah benar dana tersebut tidak sampai ke masyarakat?”
Komika: “Waktu kecil saya pikir KTP itu kertas tugas dari Tuhan.”
Pejabat: “Kami akan kaji, evaluasi, dan bentuk tim khusus. Artinya: skip, bro!”
(Persamaan unik)
Tapi mereka punya satu persamaan: sama-sama pernah diancam.Wartawan: diancam narasumber.
Komika: diancam penonton karena joke-nya kelewatan.
Pejabat: diancam istri, “Kalau korupsi lagi, cerai!”
(Tentang penghasilan)Wartawan kerja keras, gaji pas-pasan.
Komika: kerja semalam, bisa dibayar sebulan wartawan.
Pejabat? Ya... bisa kerja 5 tahun, tapi tabungannya cukup buat 7 turunan.
(Tentang kejujuran)
Wartawan cari kebenaran.
Komika juj
Wartawan vs Seniman Hiburan —
versi Stand-Up Comedy SidikRizal
Wartawan itu kayak mantan yang suka ngorek-ngorek masa lalu...
“Mana buktinya kamu di rumah jam 9 malam?! Nih CCTV, nih saksi, nih catatan parkir!”
Kalo seniman hiburan?
Dia mah kayak temen abis putus langsung bikin lagu, terus nangis-nangis di panggung, padahal putusnya gara-gara beda...
selera sambel.
Wartawan datang bawa fakta.
“Berita hari ini: harga cabai naik!”
Seniman hiburan datang bawa rasa.
“Cabai naik... hatiku juga ikut pedas,
karena kamu pergi...”
— langsung ada musik sedih masuk —
Wartawan itu serius.
Kalau salah nulis, bisa dituntut!
Disidang... Sama ketua organisasi profesi...
Sidik, kamu masih cinta PWI gak?
Sidik, kamu masih anggap saya Ketua, gak? Udah gitu dinasihatin, diomelin, disuruh makan gorengan, gorengan gossip.
Yang paling parah...
Disomasi!
Kalo Seniman hiburan? Stand-up comedian,
Salah dikit, dibilang “itu gaya seni saya.”
Keren, kan? Salah ngomong,
tapi tetap dapet tepuk tangan!
Eh tetap dibayar lagi.
Wartawan salah nulis, diomelin, ditelponin, disidang, disomasi... Emang dapat bayaran?
Ya dibayar lah...
Sama yang nyuruh...
bikin framing berita.
Tapi dua-duanya punya satu kesamaan:
Sama-sama bikin orang mikir — bedanya, wartawan bikin mikir serius...
Seniman hiburan? Bikin mikir, “gue juga bisa tuh jadi viral asal joget-joget dikit!”
---
Siap, kita lanjut!
---
Segmen 2: Wartawan vs Komika — lanjutannya
Wartawan kalau liputan, bawa alat lengkap: mic, kamera, ID card pers, kadang helm kayak mau perang.
Seniman hiburan? Cuma butuh gitar, mic, atau kadang... cuman bawa patah hati.
Yang satu bawa data, yang satu bawa drama.
Wartawan kerja kejar deadline.
Jam 12 siang harus naik berita,
gak boleh telat!
Seniman hiburan? Deadline?
“Ini karya seni, bro… inspirasi datangnya jam 3 pagi sambil nangis di kamar mandi.”
Dan kalau wartawan salah berita, bisa bikin demo.
Kalau seniman salah lirik, penonton malah nyanyi bareng —
“Wooo… salah ya? Gapapa, kita semua pernah salah, kayak milih mantan!”
Tapi ingat, dua-duanya penting.
Yang satu bikin kita tahu dunia,
yang satu bikin kita lupa dunia sebentar.
Karena kadang hidup butuh fakta…
kadang butuh nonton drama Korea semalaman!
---
Bisa banget! Yuk, kita buat analogi lucu wartawan vs pejabat versi stand-up comedy — dijamin relate!
---
Wartawan vs Pejabat —
Dua Profesi, Satu Negara, Banyak Drama
Wartawan itu kayak CCTV.
Selalu ngintip, selalu waspada, gak pernah tidur.
Pejabat?
Kayak WiFi kantor — kadang nyala, kadang mati… tapi gajinya tetap jalan!
Wartawan kerja cari berita.
Pejabat kadang malah jadi berita.
Wartawan nanya: “Pak, ini uang rakyat dipakai buat apa?”
Pejabat jawab: “Ehh… itu bagian dari program pemberian hibah buat rakyat. Saya kan juga wakil rakyat? Ya mewakili rakyat, dong dalam menerima hibah langsung?!"
Apa persamaan dan perbedaan wartawan dengan pejabat?
Persamaan (versi lucu):
1. Sama-sama suka tanya-tanya.
Wartawan: nanya buat berita.
Pejabat: nanya buat alibi.
2. Sama-sama suka tampil di TV.
Wartawan: karena tugas.
Pejabat: kadang karena kasus.
3. Sama-sama pakai mic.
Wartawan: buat wawancara.
Pejabat: buat klarifikasi yang nggak jelas.
---
Perbedaan (versi stand-up):
1. Wartawan nyari berita,
pejabat sering jadi beritanya.
Wartawan kerja keras nyari narasumber.
Pejabat kadang kerja keras ngilangin jejak sumber dana.
2. Wartawan kalau salah tulis,
dimarahi redaktur.
Pejabat kalau salah langkah,
tinggal bilang: "Itu salah staf saya."
3. Wartawan dikejar deadline,
pejabat dikejar KPK.
Satunya lari bawa kamera,
satunya lari bawa koper. [■]
Gue Pandji,
Terima kasih.
Jangan pernah berhenti mikir.
Karena yang berhenti mikir...
Biasanya jadi trending nomor 1.
dimarahi redaktur.
Pejabat kalau salah langkah,
tinggal bilang: "Itu salah staf saya."


إرسال تعليق
Silakan beri komentar yang baik dan sopan