Kaukus Muda Betawi Mendesak Dibentuknya Lembaga Adat dan Dana Abadi Kebudayaan
Di ruang rapat DPRD Jakarta, suara KH Luthfi Hakim menggelegar. Ia hanya mengusulkan tiga pasal revisi, tapi konsekuensinya bisa mengguncang ormas-ormas Betawi: pembentukan lembaga adat tunggal, jaminan kemajuan kebudayaan, dan dana abadi.

Hanya tiga pasal yang diminta diubah, namun substansinya cukup menggetarkan.
Pertama, pembentukan lembaga adat tunggal yang menggabungkan seluruh unsur organisasi Betawi—dari majelis taklim, pesantren, akademisi, hingga pegiat budaya.
Kedua, jaminan kemajuan kebudayaan agar warisan Betawi tak hanya dipajang, melainkan hidup dalam denyut kota.
Ketiga, pencantuman dana abadi kebudayaan yang selaras dengan amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 2 Tahun 2024.
“Jakarta belum pernah punya lembaga adat. Ormas boleh banyak, tapi lembaga adat cukup satu,” kata Luthfi, Rabu, 20 Agustus 2025.
Beky Mardani, pembina Kaukus, menilai Perda 2015 sudah kadaluarsa. Ia lahir sebelum UU Pemajuan Kebudayaan 2017, dan kini kondisi Jakarta berbeda jauh.
“Perda itu sudah tidak sesuai dengan kondisi objektif hari ini,” ujar Beky. Ia menekankan revisi harus mengedepankan nilai keterbukaan, religiusitas, demokrasi, dan toleransi.
Dukungan datang dari Ketua DPRD DKI Khoirudin. Ia menjanjikan pembahasan resmi dalam Program Pembentukan Perda 2026.
Biro Hukum dan Dinas Kebudayaan DKI dipanggil untuk mempersiapkan jalur birokrasi.
“Insya Allah, langkah administratif kita tempuh agar lahir Perda Pemajuan Budaya Betawi,” katanya.
Namun jalan revisi ini tak semudah yang digadang. Di balik meja rapat, tarik-menarik kepentingan laten antar-ormas Betawi berpotensi mencuat.
Dana abadi kebudayaan juga berpotensi jadi rebutan, mengingat nilainya bisa mencapai ratusan miliar jika masuk dalam APBD.
Bagi Kaukus Muda Betawi, revisi perda bukan sekadar aturan baru. Mereka menyebutnya upaya penyelamatan identitas.
“Kalau kita tidak berbenah, budaya Betawi bisa tinggal simbol,” kata Luthfi.
Kini bola ada di tangan DPRD dan Pemprov. Apakah revisi Perda ini sungguh akan memajukan kebudayaan Betawi, atau sekadar membuka babak baru perebutan legitimasi antar-ormas di ibukota?. [■]


Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan