iklan banner gratis
iklan header iklan header banner iklan header banner
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Dewan Untung, Rakyat Buntung: PMII Kritik Tunjangan DPRD Bekasi

Saat Perwal Jadi Tiket Fasilitas Mewah DPRD; Rakyat Susah, Dewan Pesta Tunjangan Rumah, Skandal Dilegalkan?


 — KOTA BEKASI | Di sebuah warung kopi dekat kampus STIES Mitra Karya, obrolan mahasiswa kerap berhenti pada satu kata: tunjangan. 

Bukan tunjangan buruh atau pegawai negeri, melainkan tunjangan operasional dan perumahan anggota DPRD Kota Bekasi yang nilainya menembus puluhan juta rupiah per bulan.

“Dewan lebih sibuk memikirkan kenyamanan diri sendiri ketimbang rakyat,” kata Muhammad Dio Pramuza, Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STIES Mitra Karya, Jumat, 5 September 2025.

Jurang Ketidakpercayaan
Bagi Dio, kebijakan tunjangan fantastis itu mencederai rasa keadilan sosial. Anggota DPRD seharusnya hadir sebagai penyambung suara rakyat, bukan penikmat fasilitas negara.

“Tunjangan yang tidak berpihak kepada rakyat hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif,” ujarnya.

Ia menyinggung situasi ekonomi Bekasi yang masih rapuh. Angka pengangguran tetap tinggi, biaya pendidikan mencekik, dan kebutuhan pokok kian mahal.

Dalam kondisi ini, DPRD justru membahas penambahan tunjangan untuk dirinya sendiri.


APBD untuk Elit, Bukan Publik
Investigasi Tempo menemukan bahwa pada Tahun Anggaran 2024, banyak pos belanja APBD Bekasi yang “tidak menghasilkan manfaat berarti bagi masyarakat”.

Anggaran tersedot habis untuk belanja birokrasi, tunjangan pejabat, serta operasional lembaga politik.

Data Badan Pendapatan Daerah mencatat, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2024 hanya 77 persen dari target Rp3,3 triliun. Pada pertengahan 2024, realisasi PAD bahkan baru menyentuh 42,09 persen dari target 47,94 persen.

Akibatnya, sejumlah program publik, mulai dari tunjangan pegawai hingga layanan kesehatan dasar, tersendat.

“Bagaimana mungkin DPRD menambah tunjangan ketika PAD saja tak tercapai?” kata Dio.

Tunjangan Mewah di Tengah Rakyat Susah
Besaran tunjangan DPRD Bekasi, sebagaimana diatur dalam Perwal 81/2021, menempatkan kota ini di posisi “elit” dibanding daerah tetangga.

Ketua DPRD mengantongi Rp53 juta per bulan hanya untuk tunjangan rumah. Wakil Ketua Rp49 juta, dan anggota Rp46 juta.

Bila dihitung satu periode jabatan lima tahun, total anggaran yang dihabiskan bisa menembus ratusan miliar rupiah.

Padahal, menurut catatan Badan Pusat Statistik, Bekasi masih memiliki kantong-kantong kemiskinan baru, terutama di kawasan padat urban dan pinggiran industri.

Suara Mahasiswa Menguat
PMII STIES Mitra Karya kini menyatakan siap berada di garda terdepan. Mereka menuntut DPRD dan Pemerintah Kota merevisi kebijakan tunjangan yang dianggap mengutamakan elit.

“Setiap kebijakan publik harus mencerminkan prinsip keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat kecil,” kata Dio.

Jika DPRD terus abai, PMII siap menggalang gerakan mahasiswa bersama masyarakat sipil.

Krisis Legitimasi DPRD
Pengamat tata kelola pemerintahan menilai kritik mahasiswa sahih. “Ketika PAD rendah tapi tunjangan DPRD terus melonjak, itu jelas menunjukkan disorientasi kebijakan,” kata seorang dosen administrasi publik di Universitas Islam 45 Bekasi.

Krisis legitimasi DPRD bisa semakin dalam bila kebijakan semacam ini dibiarkan. Di mata publik, dewan bukan lagi wakil rakyat, melainkan simbol kemewahan yang dibiayai uang rakyat.

Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat
Bagi Dio, perjuangan ini bukan semata soal angka tunjangan. Ini tentang bagaimana DPRD menempatkan dirinya: wakil rakyat atau elit yang sibuk memperkaya diri.

“Kalau DPRD masih memilih jalan yang salah, kami mahasiswa akan terus berdiri, mengingatkan, mengkritisi, dan mengawal,” katanya lantang.

Di akhir pernyataannya, Dio mengulang slogan klasik pergerakan: “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat!”

Alur Investigasi JabarOL: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi

1. Target Tinggi, Realisasi Seret

Pemerintah Kota Bekasi menargetkan PAD 2024 sebesar Rp3,3 triliun. Namun data per 2 Juli 2024 menunjukkan realisasi baru 42,09 persen dari target 47,94 persen. Di akhir tahun, realisasi PAD hanya tembus 77 persen.
→ Artinya, Bekasi gagal memenuhi hampir Rp760 miliar dari target.


2. Sumber PAD yang Rapuh

PAD Bekasi bergantung pada tiga sumber utama:
  • Pajak daerah (pajak restoran, hiburan, reklame, parkir).
  • Retribusi daerah (izin usaha, pelayanan publik).
  • Pengelolaan aset dan laba BUMD.
Investigasi menunjukkan lemahnya pengawasan pajak hiburan dan restoran, serta rendahnya serapan dari BUMD.

Sejumlah pejabat mengakui adanya “kebocoran” dalam sistem pelaporan pajak daerah yang belum sepenuhnya digital.

3. Beban Belanja Birokrasi

Meski PAD jeblok, belanja birokrasi tetap bengkak. Porsi besar APBD 2024 terserap untuk gaji, tunjangan, dan operasional DPRD serta aparatur Pemkot.

Salah satunya tunjangan rumah DPRD yang menyedot Rp25–30 miliar per tahun.
→ Ironi muncul: ketika PAD defisit, pos-pos kemewahan tetap dipertahankan.

4. Imbas ke Layanan Publik

Kegagalan mencapai target PAD berimbas pada program publik.
  • Dana insentif RT/RW sempat tertunda.
  • Program bantuan pendidikan dasar dikurangi.
  • Pelayanan kesehatan dasar di beberapa Puskesmas terbatas karena keterlambatan belanja modal.
Seorang lurah di Bekasi Barat mengaku sempat diminta “hemat habis-habisan” pada kegiatan pemberdayaan masyarakat karena kas daerah tersedot ke pos belanja rutin.

5. Banding dengan Kota Lain

Sebagai kota industri dan penyangga Jakarta, capaian PAD Bekasi kalah dari tetangga:
  • Kota Depok berhasil mencapai 85 persen target PAD 2024.
  • Kota Bandung bahkan 96 persen.
    → Padahal basis ekonomi Bekasi lebih besar, dengan industri manufaktur, properti, dan perdagangan modern.

6. Tanda Bahaya Tata Kelola

Analis fiskal daerah menilai kegagalan PAD Bekasi bukan sekadar persoalan ekonomi, tapi lemahnya tata kelola.

“Target dibuat tinggi, realisasi rendah, tapi belanja politik tetap jalan. Ini menandakan masalah struktural, bukan hanya teknis,” kata seorang pengamat dari Universitas Islam 45 Bekasi.

7. Potensi Skandal Baru

Jika pola ini berlanjut, risiko manipulasi penerimaan pajak atau mark up target PAD bisa menyeret Bekasi ke pusaran skandal baru.

Terlebih, ada jejak kasus lama: beberapa pejabat Badan Pendapatan Daerah pernah diperiksa aparat hukum terkait dugaan penyimpangan pajak hiburan. [■]
Reporter: NMR - Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL


Kandidat Calon Walikota Bekasi Heri Koswara
iklan header

Post a Comment

Silakan beri komentar yang baik dan sopan

Lebih baru Lebih lama
Banner Iklan Kandidat square 2025