contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Apakah Pemahaman Demokrasi Itu Sesat?


Perbedaan Mendasar PLURALISME vs PLURALITAS







PEMBUKAAN

1.Saat mengetahui pemahaman orang tentang satu istilah yang tidak pada tempatnya, maka saya tergelitik untuk mengkoreksinya.



2.Keyakinan
saya ini berdasarkan apa yang diperintahkan Allah dalam wahyu pertama
kali buat Nabi Muhammad s.a.w., yakni ayat perintah "Bacalah!"



3.Banyak sekali
manusia di dunia yang tidak mengingat pesan pertama ini sebagai satu
hal yang WAJIB untuk diikuti sampai kita mati.



4.Seandainya kita
tidak bisa membaca, maka apalah jadinya hidup kita sebagai manusia yang
mulia ini kecuali sama saja seperti binatang, bahkan bisa lebih hina
dari itu



5.Membaca, adalah satu hal yang jika dikaitkan dalam
kehidupan kita sehari-hari menjadikan kita selalu waspada terhadap
segala kesalahan yang mungkin bisa kita buat.



6.Tanpa membaca,
kita seperti masuk dalam rimba kehidupan yang gelap gulita di tengah
malam tanpa cahaya sehingga kita seperti tak bisa bergerak atau tetap
maju namun bahaya menghadang di depan mata tanpa kita sadar.





7.Demikian
pula saat membaca timeline seorang teman di media sosial seperti
twitter maupun facebook ataupun yang lainnya, saya mendapati banyak
tokoh yang melakukan kesalahan mendasar karena tidak bisa membaca.



8.Haduh, padahal mereka setiap hari kerjanya adalah menulis dan berkicau, tapi mengapa mereka tidak bisa membaca?



9.Hal ini karena kebodohan yang bercampur dengan kesombongan diri merasa sudah banyak membaca dan tahu segala hal.



10.Seandainya
mereka mau sedikit mendengarkan nasihat dari orang lain, maka mereka
akan dapat pencerahan sekalipun datang dari musuhnya.



(Penjelasan butir 10.Seperti Soekarno pernah bilang, "Hargailah Musuhmu karena mereka mengetahui kelemahanmu")



11.Justru saat seperti itulah mereka seharusnya selalu dalam posisi membaca.



12.Karena membaca adalah mendengarkan, melihat, mempelajari, merasakan, memikirkan dan menelaah lebih dalam.



13.Tapi
mereka tidak mau mendengarkan, tidak mau melihat, apalagi mempelajari,
merasakan, memikirkan dan mau menelaah lebih dalam.



14.Bacalah, segala sesuatu dengan menyebut NamaTuhanmu, Bismillaah.



15.Tahukah Anda perbedaan mendasar dari pluralisme dan pluralitas?



16.Apakah
Anda tahu ada perbedaan mendasar antara pluralisme sebagai kata benda
yang berarti pemahaman dan pluralitas sebagai satu kata benda yang
berarti kesatuan?



17.Bandingkanlah dengan kata berikut, komunisme dengan komunitas. Bisakah Anda membedakannya?



18.Bandingkan pula rasa perbedaannya dengan dua kata berikut, individualisme dengan individualitas.



19.Juga bandingkan kata berikut ini, sosialisme dengan sosialitas (sosialita).



20.Apakah Anda bisa merasakan perbedaan yang lebih tinggi lagi levelnya antara mayorisme dengan mayoritas?





Perbedaan Mendasar Antara KOMUNISME dengan KOMUNITAS

21.Baiklah, akan saya mulai dengan kata asing yang telah dibahasaindonesiakan, komunisme dengan komunitas.



22.Komunisme

adalah satu PEMAHAMAN yang bersifat komunal dan kepercayaan akan
keseragaman (sama rata sama rasa) dalam segala hal sebagai pola
hidup bersama.



23.Sedangkan komunitas adalah satu kesatuan
kelompok yang bersifat komunal dimana para anggotanya punya keseragaman pada satu hal.



24.Faham Komunisme kini jadi satu faham terlarang di negeri kita yang menganut Pancasila, tapi banyaknya
komunitas bukanlah hal yang terlarang di negeri ini.



25.Pernahkan
anda mendengar ada komunitas ini dan komunitas itu yang tumbuh subur di Indonesia? Apakah mereka penganut
faham komunisme, tentu tidak.



26.Jadi bisakah dibedakan antara komunitas dengan komunisme, sampai di sini?





Perbedaan Mendasar Antara PLURALISME dengan PLURALITAS

27.Sekarang coba Anda bedakan arti dari pluralisme versus pluralitas, seperti halnya individualisme versus individualitas?



28.Pluralisme
adalah pemahaman yang menganggap pluralitas itu tidak
boleh dibeda-bedakan, harus ada semangat untuk
menyamaratakan keberagaman.



29.Jadi intinya semangat
pluralisme adalah meniadakan keberagaman dan menyamaratakan perilaku
kita dari perbedaan dengan toleransi yg sama.



30.Hal ini
bisa berarti efek negatif pada satu
sisi. Jadi pemahaman pluralisme adalah kesalahan fatal dalam menyikapi
perbedaan. Sama seperti pemahaman komunisme.



31.Bandingkan dengan
arti pluralitas, yang maknanya adalah keberagaman dalam satu kelompok
dan itu adalah satu keniscayaan saat kita berada di negeri manapun,
termasuk Indonesia.



32.Jadi beda sekali antara pluralisme dengan pluralitas, sama seperti bedanya antara komunisme dengan komunitas.



33.Dalam
kata pluralisme dan komunisme, disana pendalaman pemahaman yang berlebihan
(hiperbol) dalam penekanan arti kata plural dan komunal.



34.Kita faham betul segala sesuatu yang berlebihan (lebay) atau hiperbolis
adalah sesuatu yang tak benar dan tidak pada tempatnya.



35.Itulah
sebabnya komunisme dilarang di Indonesia, karena berlebihan dalam
pemahaman yang menyikapi keberadaan secara komunal.



36.Demikian pula pluralisme sebenarnya adalah hal
yang bertentangan dengan Pancasila karena menyamaratakan keberagaman,
dimana kita menjunjung Bhineka Tunggal Ika.



37.Bhineka Tunggal Ika
atau Unity in Diversity itu menampung segala Komunitas dan Pluralitas,
tapi tak memberikan tempat kepada komunisme dengan pluralisme.



38.Pluralisme
padanan adalah komunisme dan individualisme, yang
kesemuanya bertentangan dengan faham bangsa Indonesia dan umat Muslim
tentunya.



39.Tapi bangsa ini masih menerima komunitas serta
pluralitas sebagai bagian dari rakyat Indonesia, dan
juga menghargai hak individualitas dari setiap rakyatnya.



40.Bisa dibedakan antara faham pluralisme yang tidak sesuai dengan bangsa ini
dengan keberagaman (pluralitas) yang sudah ada pada bangsa ini sejak
jaman dahulu?



41.Kita menghargai pluralitas, namun tak memberi tempat pada faham pluralisme bagi bangsa Indonesia.



42.Sama seperti halnya kita menghargai komunitas, tapi tak menerima faham komunisme bagi bangsa ini.



43.Jika
sesudah penjelasan ini masih ada yang bersikukuh mempertahankan faham
pluralisme seperti yang dijunjung oleh Gus Dur, Anda
salah besar.



44.Gus Dur tak pernah meneriakkan ayo hidupkan
semangat pluralisme.Yang benar adalah Gus Dur sangat menjungjung
plularitas dari bangsa ini.



45.Karena saya yakin, tidak ada faham yang bisa saya anut, kecuali faham agama Allah yang benar semata.



46.Faham-faham
buatan manusia yang berdasarkan landasan adanya komunitas, pluralitas,
mayoritas tidaklah tepat untuk diterapkan bagi bangsa Indonesia.



47.Entah itu faham Komunisme, Pluralisme ataupun Majorisme, kesemua isme-isme itu sangat mungkin tak sesuai bagi bangsa ini.





Perbedaan Mendasar Antara MAYORISME dengan MAYORITAS

48.Tahukah
Anda apakah majorisme (mayorisme) itu? Ini adalah pemahaman sebagian
besar rakyat Indonesia yang katanya mengedepankan demokrasi dengan cara
musyawarah dan mufakat.



49.Tapi terkadang, faham majorsime lebih didahulukan daripada faham musyawarah mencari mufakat di dalam demokrasi kita.



50.Saya
sendiri tak pernah setuju dengan faham demokratisme yang bagi saya
sungguh tidak sesuai dengan jiwa bangsa ini yang suka bermusyawarah dan
mufakat.



51.Majorisme dalam demokrasi kita sering dilakukan saat
kita selalu mengeluarkan "VOTING" sebagai cara terakhir dari pengambilan
keputusan saat musyawarah tak mendapat mufakat.



52.Majorisme sangat bertentangan, dalam iklim demokrasi kita, padahal kita adalah mayoritas muslim terbesar di dunia.



53.Apakah
mayoritas (atau majoritas) muslim di Indonesia menganut faham
mayorisme? Tidak juga, namun itulah yang terjadi di parlemen kita.



54.Banyak
politis kita yang berlandaskan nasionalisme dan demokratisme,
menggunakan faham yang berbeda dari landasan idealisme mereka, yakni
majorisme.



55.Sistem pengambilan keputusan dengan voting adalah
berangkat dari faham yang dianut mayoritas para anggota parlemen, dan
hal ini disebut majorisme (mayorisme).



56.Voting dan majorisme
tentu sangat bertentangan dengan azas negara kita Pancasila, sila ke
empat. "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
Permusyawaratan Perwakilan".



57.Namun masih saja hal ini dilakukan
sebagian besar politisi kita yang menyandangkan nama demokrasi di tubuh
partainya. Padahal, itu bukanlah budaya bangsa kita.



58.Voting
dalam majorisme adalah pemahaman setan yang disusupkan dalam benak para
politisi kita yang menganggap kebenaran itu adalah yang didukung
majoritas.



59.Padahal tidak semua kebenaran PASTI didukung oleh kebanyakan orang yang ada.



60.Para
politisi yang berfaham mayorisme dengan mendukung VOTING sebagai satu
senjata akhir, sama halnya dengan memaksakan kebodohan sebagai jalan
pintas kebijakan publik.



61.Bagi mereka pemahaman mayoritas yang
ada dalam pengambilan keputusan berdasarkan VOTING adalah final dari
kebijakan. Ini kebohongan terbesar dari faham sesat kebanyakan politisi.



62.Kita
harus meluruskan, bahwa musyawarah mencapai mufakat adalah hal
tertinggi yang ada di bangsa ini, terutama dalam menjalankan idealisme
negara kita.



63.Itulah sebabnya mengapa ada MPR sebagai
lembaga terti9nggi negara setelah DPR sebagai badan legislatif dari
setiap kebijakan yang akan dibuat ini, MPR (Majelis Permusyawaratan
Rakyat) bukan MVR (Majelis Voting Rakyat) bukan?



64.MPR adalah majelis
tertinggi dalam setiap pengambilan keputusan yang menjadi TAP MPR dan
harus dijalankan oleh presiden republik ini.






Pengkebirian Fungsi dan
Tugas MPR

66.Pada
kenyataanya, semenjak era reformasi 2008 lalu, fungsi dan tugas MPR
seperti dikebiri, sehingga wacana musyawarah dalam mencapai mufakat
tidak lagi menjadi landasan pengambilan keputusan.



67.Maka
mayorisme yang mendominasi, dan votinglah yang menjadi senjata utama
dari puncak pergolakan rakyat Indonesia yang dimulai dengan demonstrasi
para mahasiswa dan beberapa elemen lapisan masyarakat kita di era
reformasi.



68.Saya tidak pernah mengatakan era reformasi menjadi
kebablasan, namun saya hanya menyayangkan, mengapa faham majorisme
(mayorisme) menjadi puncak dari segala keputusan.



69.Lalu dimana
fungsi kecerdasan dan intelektualitas para wakil rakyat di DPR? Jika
segala sesuatu harus dilakukan VOTING dengan alasan "demokrasi" yang sebenarnya identik
dengan mayorisme.



VOTING Bukanlah Alat Pembenaran dari Keputusan

70.Tentunya
Anda tidak setuju bukan, bahwa kebenaran itu ditentukan dari banyaknya
masyarakat yang memahami dan mendukung dari kebenaran tersebut, ini sama
halnya dengan busa di lautan, mudah hilang dan semu.



71.Padahal kebenaran itu tidaklah semu dan tidak bisa mudah hilang dari kesadaran kita.



72.Dengan begitu, maka mayorisme sangat bertentangan dengan semangat "musyawarah demi mufakat" yang selama ini kita anut.



73.Mayorisme khususnya pengambilan keputusan dengan VOTING adalah pembodohan rakyat yang bersifat sistemik.



74.Mayorisme
khususnya pengambilan keputusan dengan VOTING adalah kesalahan fatal
dari era reformasi yang masih bisa kita perbaiki, dengan kembali kepada
budaya bangsa kita.



75.Mayorisme dengan pengambilan keputusan
VOTING sudah terbukti hanya menimbulkan mudharat (kerusakan) parah yang
tak bisa diampuni serta tak bisa diperbaiki kecuali dengan perubahan.



76.Mayorisme
adalah bentuk faham pembodohan yang paling sering dilakukan dalam
budaya demokrasi yang lebih cenderung kepada oligarki dan monarki.



77.Kasus
korupsi yang terjadi dan subur tumbuh di segala tingkat kepemimpinan
bangsa ini adalah akibat dari mayorisme yang penuh dengan kebodohan di
tubuh mayoritas parlemen kita.



78.Mereka yang mengagungkan
kemenangan demokrasi dengan banyaknya jumlah suara adalah mereka yang
sengaja atau tidak membuka pintu selamat datang kepada kejahatan publik
dengan mengatasnamakan demokrasi.



79.Akhirnya
bisa saja di kemudian hari generasi berikutnya yang sejatinya adalah
anak-anak kita, akan memberontak karena tidak tahan dengan demokrasi itu
sendiri yang selalu mendahulukan voting kebodohan daripada musyawarah mufakat demi kepentingan
kebutuhan rakyat.



80.Demokrasi jadi alasan untuk faham buruk
mayorisme bisa ditumbuhkembangkan dalam negara yang katanya menjunjung
Ketuhanan Yang Maha Esa ini.



81. Padahal mereka yang mengusung
semangat VOTING untuk pengambilan keputusan akhir adalah wakil hawa
nafsu dan wakil setan yang dipilih rakyat, dan mereka pendusta-pendusta
bangsa, mereka hampir mirip dengan pendusta agama.



82.Hanya saja
mereka mendapat dukungan rakyat yang notabene terlalu bodoh untuk
mengetahui bahwa wakilnya adalah seorang pendusta dan bodoh dalam
pemahaman kerakyatan.



83.Di sinilah agama Islam menjadi solusi
atas faham mayorisme yang sesat dan jadi hal yang umum dipakai oleh
politisi kita dengan tameng demokrasi.



84.Jika demokrasi seperti
pemahaman para politisi dengan idealisme voting sebagai putusan akhir
dan mayorisme sebagai bukti pembenarannya, maka saya adalah orang
pertama yang menentang demokrasi.



85.Karena bagi saya
demokrasi
itu hampir identik dengan suara rakyat, bukan suara sekelompok wakil
rakyat (mayorisme). Betulkah pemahaman "Suara Rakyat, Suara Tuhan"?



86.Bisa
jadi benar, para wakil rakyat itu bertarung dengan keilmuan dan keahlian
mereka bermusyawarah demi kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. namun
menjadi sesat saat mereka mengambil keputusan berdasarkan VOTING anggota dewan.



Para PENGUSUNG MAYORISME adalah PENDUSTA DEMOKRASI

87.Ya
betul sekali, para wakil rakyat yang sekarang duduk di dewan dan
mengandalkan mayorisme sebagai senjata pamungkas demokrasi yang mereka
teriakkan itu adalah PENDUSTA sebenarnya bagi rakyat kita.



88.Tidakkah
mereka tahu, bahwa faham mayorisme itu akan bermuara pada konspirasi
jahat yang berujung dengan politik jual beli keputusan berdasarkan
jumlah suara terbanyak voting. Sungguh kejahatan sistemik yang
membahayakan.



89.Tak heran korupsi, kolusi dan nepotisme begitu
mewabah di tingkat badan legislatif, yang akhirnya menular ke eksekutif
dan yudikatif kita, farena faham mayorisme begitu menggila.



90.Pernahkan
Anda mendengar ucapan populer berikut ini, "Kalau saya nggak ikutan ya
saya akan digilas juga." Ini buah dari faham mayorisme.



91.Naudzu
billahi min dzalik! Istilah itu keluar karena faham mayorisme begitu
masuk secara sistemik ke dalam tubuh parlemen hingga tingkat terendah.



92.Kembali
kepada kesalahpahaman faham Pluralisme, Komunisme dan terakhir
Mayorisme yang kini menjadi pilihan banyak orang di Indonesia, padahal
itu adalah kesesatan tipuan setan.



93.Kesemua faham itu jadi
landasan berfikir baik sedikit maupun mendasar bangsa yang katanya
mengaku sangat menjunjung budaya agung ketimuran.



94.Tidak ada
kemuliaan dan keagungan bagi bangsa Indonesia, jika dia meninggalkan
budi pekerti dalam ajaran agama yang selalu mengingatkan bahwa setan
"pemahaman" adalah musuh kita yang sesungguhnya.



95.Selama kita
tidak sadar bahwa pemahaman yang sesat adalah cara setan menanamkan
kebodohan dari awal gaya hidup kita, maka sejak itulah kita dalam
kesesatan nyata.



96.Kembali mengingatkan bahwa pemahaman yang berlebihan adalah berhala kebodohan yang dikultuskan alam bawah sadar kita.



FAHAM (ISME) SESAT adalah Jalan Setan Yang Diikuti Tanpa Sadar dan Tanpa Kecerdasan

97.Pengkultusan pemahaman sesat seperti pluralisme, komunisme dan mayorisme merupakan jalan setan yang harus kita jauhi.



98.Jika
kita tak segera berhenti dan keluar dari pemahaman sesat itu, maka
tunggu saja kehancuran bangsa ini yang akan terjadi kurang dari satu
dekade.



99.Namun Allah yang Maha Penyayang, selalu memberi
perlindungan dan pengampunan bagi hambaNya yang mau segera bertobat dari
kesalahan dosa pemahaman sesat yang pernah dilakukan.



100.Tak ada
kata terlambat, jika kita mau berubah dari pemahaman sesat pluralisme,
komunisme dan mayorisme menjadi pemahaman yang lebih mendahulukan
perintah syariat agama daripada faham buatan manusia.



101.Karena
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,bangsa ini pasti bisa berjaya
di masa depan, meskipun mereka yang tak mempercayai keagungan syariat
ajaran agama tidak menyukai tulisan saya ini.



Artikel ini berlanjut dalam tulisan berikutnya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama