Kesamaan Visi, Bagai Asam Di Gunung dan Garam di Lautan bertemu di Belanga Partai Gelora, Miing Bagito & Kurniawan.
bekasi-online.com, Ahad 9 April 2023, 22:19 WIB
DURENJAYA, bekasiOL -- Jodoh, Umur dan Rezeki adalah rahasia Tuhan yang tak ada satupun dari kita sebagai makhluk mengetahuinya. Demikian lah pertemuan antara dua figur politisi yang pada kenyataannya berangkat dari parpol yang sangat berbeda tujuan dan idealismenya, namun bisa berjumpa dalam satu kepentingan politik yang sama. Memang benar dalam dunia politik, tiada teman yang abadi. Yang ada adalah persamaan kepentingan yang abadi.
Adalah Miing Bagito, dengan nama asli dari Tubagus (gelar kebangsawanan masyarakat Banten) Dedi Suwandi Gumelar, politisi dan tokoh komedian populer berpengalaman yang pernah jadi anggota DPR RI di periode 2009-2014 dimana sebelumnya dia diminta secara langsung oleh sahabat lamanya, Taufiq Kiemas, tokoh nasional mantan Ketua MPR sekaligus suami dari mantan presiden Megawati pada masanya ketika masih menjabat sebagai Ketua MPR yang meminta secara pribadi agar Miing mau bergabung ke PDIP dan jadi calon legislatif dari dapil Banten, mewakili kota kelahirannya, Lebak.
Bermula dari karir dirinya yang populer sebagai komedian dalam group lawak Bagito, Miing Bagito, lelaki kelahiran Lebak, Banten, 27 April 1958 ini, ikut serta secara langsung dalam pembentukan provinsi Banten di awal perjuangannya bergabung sejak 1999 hingga 2000 pada saat itu proses pemisahan dan pembentukan provinsi Banten lepas dari provinsi Jawa Barat.
Dimana Miing Bagito hadir sebagai saksi tokoh seniman komedi bersama seniman Banten lainnya, Muni Cader, ikut bersama tokoh-tokoh penting Banten lainnya mendukung pendirian Banten jadi provinsi baru di banyak tempat bersejarah, salah satunya Kampung Nyimas Ropoh.
Wajar saja setelah resmi Provinsi Banten berdiri, Dedi Suwandi Gumelar akhirnya mau jadi kader PDIP atas permintaan langsung sahabatnya sang Bapak Negara, Taufiq Kiemas, yang punya kedekatan emosional luar biasa, sehingga dia merasa seolah Taufiq Kiemas adalah ayah angkatnya.
Lihat juga: Gus YIM Ingatkan Pemerintah untuk Cabut Surat Edaran Seskab tentang Larangan Bukber bagi Instansi Pemerintah
Sebelum wafat Taufiq Kiemas pada 8 Juni 2013, sempat meminta secara pribadi kepada Miing agar pada pemilu tahun 2014 dirinya tetap mau jadi caleg PDIP. Sayangnya pada akhirnya suami dari Liesma Budi Wahyuni ini, tidak lagi mencalonkan diri jadi caleg DPR RI periode 2014-2019.
Setelah meninggalnya Taufiq Kiemas yang berperan sebagai guru politiknya karena dirinya jadi wakil rakyat, Miing Bagito tetap konsisten bersikap vokal menyuarakan kepentingan rakyat banyak, namun tidak lagi aktif melalui PDIP tanpa memberitahukan apa alasannya dia keluar dari partai yang pertama kali mengangkat karir politiknya itu.
Namun dirinya tidak pula berhenti mengangkat masalah krusial yang berkaitan dengan kepentingan rakyat kecil, apalagi dia berada di Komisi X yang mengatasi masalah pendidikan, olahraga, kesenian, budaya dan sejarah di periode sebelumnya saat masih duduk di DPR RI 2009-2014.
Pengalaman berharganya di dunia politik adalah ketika terjun jadi kontestan pilkada. Pada tahun 2013 ikut menjadi calon walikota Tangerang, berpasangan dengan Suratno Abubakar diusung PDIP. Sayangnya gagal oleh pasangan incumbent, Arief Wismansyah dan Sachrudin dari Partai Demokrat.
Kemudian pada Pilkada Serentak yang digelar tanggal 9 Desember 2015, Dedi maju sebagai calon Wakil Bupati Karawang mendampingi Akhmad Marjuki. Pasangan ini diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Bulan Bintang. Sebelumnya Dedi dan pasangannya berjanji tidak akan melakukan korupsi karena merasa sudah sangat berkecukupan, sekali lagi gagal.
Baginya bukan masalah, dirinya mengabdi kepada rakyat bukan kepada pimpinan partai. Dulu pun saat merintis karier politik ia masuk partai karena diminta langsung oleh sahabatnya, kemudian dia berhenti dan keluar dari partainya karena permintaan anak dari sahabatnya itu.
Baca juga: Disbud Pemprov DKI Jakarta Adakan Standup Comedy Contest dengan PaSKI DKI Jakarta, Betawi SATU Foundation dan Standupindo di Bens Zone Jagakarsa
Dedy Miing Gumelar ayah dari 3 anak, yang mana anak pertamanya jadi anggota Kopassus ini sekarang justru Dedi merasa lega tidak sakit hati apalagi kecewa dengan karier politiknya. Ketika di Partai Amanat Nasional dirinya pula sempat berjumpa dengan teman lama sesama komedian di Radio SK, Eko Patrio hingga dirinya aktif sebagai fungsionaris partai dan sempat menjadi caleg DPR RI dari PAN untuk dapil Lebak-Pandeglang, Provinsi Banten pada pemilu 2019 namun gagal. Di PAN aktif hingga tahun 2022. Selanjutnya kini dia pindah ke Partai Gelora dan jadi bacaleg untuk pemilu 2024 besok.
Setelah perjalanan karir politiknya yang naik turun, maka sudut pandangnya pada cara berpolitiknya semakin mendewasa, jelang pemilu 2024, maka pada pertengahan 2022 dirinya malah sengaja bergabung dengan partai politik yang menurutnya punya spirit yang sama, berani berkata tegas meskipun kepada pemimpin partainya sendiri, sepanjang yang dia bela adalah kepentingan rakyat, partai Gelora.
"Saya adalah wakil rakyat bukan wakil pemimpin partai apalagi petugas partai, makanya saya gabung partai Gelora. Eh dari tadi saya gak kampanye nyebut nama partai Gelora kan?" ujarnya bercanda dan disambut tawa warga pada acara Bukber di kantor RW 10 Masjid At-Taufiq, Perum Durenjaya.
Baca juga: Sekolah Advokasi dengan Nuansa Lokalitas Kental untuk Komunitas para Mahasiswa Islam di Kota Bekasi
Lalu kenapa masjid At Taufiq? Apakah dirinya teringat mendiang sahabatnya yang mengajaknya ke dunia politik pertama kali atau hanya satu kebetulan saja?
Namun yang pasti pilihannya jatuh pada Partai Gelora, dimana banyak sekali kadernya adalah eks aktivis dan fungsionaris PKS.
Ini lah yang membedakan dirinya dari kader partai lainnya. Dia masuk partai Gelora bukan karena ditarik, tapi karena dia tertarik dengan partai yang satu spirit atau sejiwa dengan prinsip hidupnya.
Demikian pula bacaleg DPRD Kota Bekasi dari Partai Gelora, Ustadz M. Kurniawan yang dapilnya Bekasi Timur dan Bekasi Selatan. Secara tak langsung baik bacaleg Ustadz Muhammad Kurniawan yang pernah jadi anggota DPRD Kota Bekasi untuk periode 2019-2022 ini, mempunyai kesamaan alasan mengapa dia bergabung dengan Partai Gelora dengan bacaleg DPR RI, Miing Bagito.
Ketika ditanya seperti apa kesamaan visi misi dengan Miing Bagito dalam memilih partai Gelora sebagai kendaraan politik, mantan caleg PKS dan periode tahun 2009-2014 ini akhirnya mau berbagi kisah kepada bekasiOL.
"Partai politik itu kan wasilah, dalam ranah berpikir bagi kita bagaimana memilih wasilah ini untuk menyusun kekuatan ke depan," ungkap mantan caleg PKS periode 2014-2019 ini.
"Dalam mencari wasilah tersebut, kita kan gak berhenti berdialektika, berdiskusi dan mencermati lalu kemudian kita sampai pada kesimpulan," ujar M. Kurniawan aleg PKS yang memperoleh 2.568 suara pada pemilu 2014 lalu ini, "Kalau saya tidak bersama PKS lagi, dan memilih wasilah Partai Gelora, partai yang baru."
Tidak seperti rekan sejawatnya di PKS, Aryanto Hendrata, yang sempat menjabat 2 periode sejak 2009-2014 dan 2014-2019 di DPRD Kota Bekasi akhirnya tidak melanjutkan jadi bacaleg yang ketiga kalinya untuk PKS, bahkan sempat berkelakar ketika ditanya awak media kalau dirinya mau menjadi marbot masjid saja. Belakangan hari kini dia menjadi Ketua DPD Partai Gelora Kota Bekasi.
Lihat juga: Masjid Jami'e Jogokariyan Jogyakarta Kumpulkan Donasi Umat hingga 1M dalam 3 Hari untuk Beli KAPAL SELAM
Lebih jauh lagi lelaki yang kerap dipanggil Ustadz Kurniawan ini menjelaskan, "Kalau kita sudah ditugaskan menjadi wakil rakyat, maka kita hanya berusaha untuk memenuhi permintaan rakyat bukan mengikuti apa mau ketua partai."
Hal yang senada diucapkan oleh Miing Bagito di awal tulisan, Kurniawan membeberkan, "Kita gak bisa tunduk apa maunya pimpinan, dimana kalo pimpinan maunya A, lalu kita harus mengikuti A. Padahal itu gak benar di bawah (red: akar rumput/rakyat kecil)."
Dirinya mengaku sudah dua kali mendapat warning dari pimpinan partainya pada saat itu karena Kurniawan selalu bersikap kritis kepada pemerintah kota Bekasi pada saat itu. "Nah hal-hal yang seperti itu sebenarnya tidak boleh lah. Partai kan seharusnya egaliter (berpihak kepada rakyat dan merakyat)," imbuhnya lagi.
"Nah saya sama bang Miing sama pada prinsipnya menganggap partai Gelora ini egaliter," ujarnya lagi.
Artinya kita bisa bebas berdebat, bebas berbeda pendapat dengan pimpinan kita sebatas itu masih dalam norma-norma yang pas saja, pungkas bacaleg Gelora ini.
Demikian pertemuan dua bacaleg yang di tingkat pusat dulunya partai mereka saling berseberangan, kini mereka bertemu dalam satu belanga, partai Gelora dengan semangat yang sama, egaliter. [■]
Reporter: DikRizal, Editor: NSKR.
Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan