SDN X Jatiasih Sudah Lakukan Bully ke Siswanya, Eh Bikin Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Kere
ki-ka: Frits Saikat & Sidik Warkop
Aktivis Frits Saikat memuji langkah Inspektorat, meski kasus ini sudah lama bikin orang tua murid geram. Mulai dari bully siswa yang tidak beli buku belajar bahasa Sunda, hingga salah urus dana BOS. "Ini jelas bukan masalah sePele lagi, tapi sudah masalah seCristiano Ronaldo." kata kritikus SidikRizal.

Tim Inspektorat hadir 17 September lalu ke Dinas Pendidikan, sementara pihak sekolah dipanggil untuk klarifikasi.
Isunya: buku paket murid sudah lama “bekas tempur” dan jumlahnya tak pernah pas dengan jumlah siswa.
SidikWarkop pengamat kebijakan sosial pemerintahan yang juga wartawan komika dulu pernah punya anak bersekolah di SDN 7 Durenjaya, Bekasi Timur berikan komentar tajam.
“Waduh, anak-anak SD aja bukunya bekas, gimana cita-citanya mau jadi generasi emas? Lah wong emasnya udah dilebur sama oknum kepsek dan guru.” ungkap Sidik.
Pengadaan buku itu sebetulnya sudah ada aturannya, lho.
Ada Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2022 dan Kepmendikbudristek Nomor 79/M/2023.
Semua sekolah wajib pakai sistem SIPLah, pesan online, lengkap dengan dokumen perencanaan, spesifikasi, jadwal, hingga harga eceran tertinggi.
Dan yang paling penting: satu siswa satu buku.
Melalui SIPLah, sekolah dapat berbelanja secara lebih mudah, efisien, transparan, dan akuntabel dari berbagai penyedia barang dan jasa yang terdaftar dalam sistem, yang kemudian menghasilkan pelaporan dan audit yang lebih tertib.
SidikWarkop pun menimpali, “Eh ini lucu. Negara suruh belanja online, tapi sekolah kayaknya masih percaya sama juragan buku di pasar Senen. Mungkin mereka pikir SIPLah itu singkatan: Saya Ingin Pelesiran Lagi Ah."
Komentar SidikWarkop: “Kalau buktinya sudah segede gaban, tapi kasusnya tetep mandek, berarti Inspektoratnya bukan lembaga pemeriksa… tapi lembaga periksa gigi: buka sebentar, terus ditutup lagi.”
SidikWarkop pun menambahkan, “Ini mirip kayak orang jual martabak, tapi lupa beli telurnya. Ya apalah arti kurikulum merdeka kalau bukunya aja bekas coretan anak 2003?”
SidikWarkop menegaskan “Wih, semua elemen diajak kawal. Keren sih. Tapi biasanya kalau udah rame-rame begini, oknumnya juga rame-rame bikin alasan."
SidikWarkop pun menimpali, “Eh ini lucu. Negara suruh belanja online, tapi sekolah kayaknya masih percaya sama juragan buku di pasar Senen. Mungkin mereka pikir SIPLah itu singkatan: Saya Ingin Pelesiran Lagi Ah."
"Itu kalau tak mau dianggap 'Saya Ingin Proyek Lagi ah!'" tukasnya.


Frits menegaskan, bukti-bukti dugaan sudah menumpuk, termasuk keterangan saksi para orang tua murid. Ia berharap Inspektorat bisa menuntaskan dengan serius.
Komentar SidikWarkop: “Kalau buktinya sudah segede gaban, tapi kasusnya tetep mandek, berarti Inspektoratnya bukan lembaga pemeriksa… tapi lembaga periksa gigi: buka sebentar, terus ditutup lagi.”
Dinas Pendidikan seharusnya jadi lokomotif pembangunan generasi emas. Tugasnya jelas: dari PAUD sampai SMA, dari guru sampai gedung.
Kalau sampai buku saja bermasalah, bagaimana mau ngurus kurikulum merdeka?
SidikWarkop pun menambahkan, “Ini mirip kayak orang jual martabak, tapi lupa beli telurnya. Ya apalah arti kurikulum merdeka kalau bukunya aja bekas coretan anak 2003?”
Frits menutup dengan ajakan: semua elemen masyarakat harus ikut mengawal kasus ini. Pemerintah, DPRD, mahasiswa, media, LSM, sampai ormas dan OKP diminta untuk kompak, demi anak-anak Bekasi bisa jadi generasi emas, bukan generasi emas-emasannya.
SidikWarkop menegaskan “Wih, semua elemen diajak kawal. Keren sih. Tapi biasanya kalau udah rame-rame begini, oknumnya juga rame-rame bikin alasan."


Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan