Studi Kasus Dugaan Pelanggaran KEJ dan Kode Perilaku Wartawan Anggota PWI Bekasi Raya Ini Bisa Dianggap Sah?
Seorang Wartawan Senior Jejaring Media Bekasi Online Dijadikan Obyek Sidang Tak Resmi Kasus Pelanggaran Kode Etik Tanpa Berdasarkan Pelaporan Resmi dan Surat Panggilan Sidang Kode Etik PWI Bekasi Raya Akan Dilaporkan ke Dewan Kehormatan PWI Jabar dan PWI Pusat

Pertanyaan ini bagus sekali, dan cukup sensitif karena menyangkut etika profesi wartawan serta aturan organisasi profesi seperti PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).
Ketika Sidik Warkop bertanya ke salah satu teman dekat SMA nya yang lain masih ada di lingkungan kepengurusan PWI Pusat khususnya masalah bantuan hukum terkait kedisiplinan keanggotaan di seluruh organisasi PWI daerah, berikut pertanyaan yang diajukannya.
"Boleh tanya masalah kode jurnalistik PWI dan Anggaran Dasar serta Peraturan Rumah Tangga PWI, terkait jika seseorang anggota PWI membantu rekan lain dari organisasi profesi wartawan yang berbeda?"
Sidik Warkop menjelaskan secara rinci runut kronologis kejadian kenapa dirinya dikenakan sanksi sepihak oleh pengurus PWI Bekasi Raya karena telah membantu teman wartawan di organisasi profesi AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia).
Dirinya mengaku memang melakukannya karena telah antarkan proposal proyek Rapimnas organisasi AWPI ke pihak perusahaan sponsor, namun dirinya juga mengakui bahwa karena seringnya dia mengenakan jaket dengan atribut PWI sampai tak sadar bila dirinya sedang menyerahkan proposal dari pihak organisasi profesi lainnya. Apakah hal itu bisa dianggap melanggar kode etik?
Jika melanggar apa pasal yang bisa dikenakannya?
Apakah jika ketua PWI Bekasi Raya menyatakan dirinya tersinggung dengan perbuatan itu, tapi tak ada pasal yang berkenaan dengan pelanggaran kode etik, apalagi setelah si wartawan menyatakan tidak masuk ke organisasi profesi lainnya kecuali hanya diminta membantu saja?
Mari kita bedah secara hati-hati dari tiga sisi: (1) Kode Etik Jurnalistik (KEJ), (2) Kode Perilaku & AD/ART PWI, dan (3) konteks hubungan antarorganisasi profesi wartawan.
1. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) — tidak ada pelanggaran langsung
Dalam Kode Etik Jurnalistik PWI (mengacu pada KEJ Dewan Pers 2008), pelanggaran etik biasanya terkait dengan:
- Independensi, integritas, dan konflik kepentingan (Pasal 1–3),
- Praktik suap/gratifikasi (Pasal 6),
- Profesionalisme dan tanggung jawab sosial (Pasal 7–11).
- Tidak ada transaksi uang, gratifikasi, atau keuntungan pribadi yang terkait dengan kerja jurnalistik,
- Tidak menyalahi fungsi pers sebagai lembaga kontrol sosial, dan
- Tidak menimbulkan konflik kepentingan langsung dengan pekerjaannya sebagai wartawan aktif.
Jadi, tidak bisa dikatakan melanggar KEJ hanya karena membantu mengantarkan proposal kegiatan organisasi lain.
2. Anggaran Dasar/ART dan Kode Perilaku Anggota PWI
Dalam Anggaran Dasar & ART PWI (hasil Kongres XXV di Bandung, 2018), anggota PWI diatur oleh beberapa prinsip penting:
Pasal 9 ART:
“Anggota PWI wajib menjunjung tinggi martabat, kehormatan, dan nama baik PWI serta menjaga solidaritas sesama anggota.”
Pasal 12 ART:
“Anggota PWI dilarang menggunakan organisasi untuk kepentingan pribadi, politik praktis, atau kegiatan yang dapat merugikan nama baik organisasi.”
Interpretasi:
Kalau seorang anggota PWI membantu organisasi wartawan lain (AWPI) hanya dalam konteks sosial atau profesional — misalnya mengantarkan proposal kegiatan tanpa ada kepentingan pribadi — itu bukan pelanggaran ART.
Namun, jika tindakannya:
- menimbulkan kesan membawa nama PWI untuk kepentingan organisasi lain, atau
- menimbulkan konflik kepentingan internal (misalnya kegiatan itu bersaing langsung dengan program PWI setempat),
maka bisa dianggap kurang etis secara organisasi, tapi tidak otomatis pelanggaran yang bisa dijatuhi sanksi disiplin.
3. Soal Ketua PWI Bekasi Raya yang merasa “tersinggung”
Kalau ketua PWI merasa tersinggung, itu lebih ke masalah hubungan internal dan etika kelembagaan, bukan pelanggaran kode etik formal.
Dalam sistem PWI:
- Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik disidangkan oleh Dewan Kehormatan PWI (bila terkait karya jurnalistik atau profesionalisme).
- Pelanggaran kode perilaku anggota (disiplin organisasi) baru bisa ditindak jika ada bukti pelanggaran pasal dalam ART, bukan karena perasaan tersinggung pribadi.
Jadi, tidak ada pasal yang bisa dikenakan jika perbuatannya hanya berupa bantuan administratif/sosial, dan tidak ada niat menggandakan keanggotaan atau membawa nama PWI ke kegiatan organisasi lain.
Kesimpulan:
Aspek | Status | Penjelasan |
---|---|---|
Kode Etik Jurnalistik | ✅ Tidak melanggar | Tidak ada unsur gratifikasi, konflik kepentingan, atau pelanggaran independensi. |
AD/ART PWI | ⚠️ Bisa dipersoalkan secara etika internal jika membawa nama PWI tanpa izin | Tapi jika dilakukan pribadi & terbuka, tidak ada sanksi formal. |
Ketua PWI “tersinggung” | 🗣️ Bukan dasar hukum | Itu opini personal, bukan pelanggaran etik atau disiplin. |
Keanggotaan Ganda | ❌ Tidak terjadi | Selama tidak tercatat resmi sebagai anggota AWPI. |
Catatan tambahan:
Jika ingin menghindari salah tafsir di masa depan, sebaiknya:
- Komunikasikan terbuka ke pengurus PWI setempat bila membantu kegiatan organisasi lain, agar tidak dianggap “membawa nama organisasi”.
- Gunakan kapasitas pribadi (bukan mengatasnamakan PWI).
- Pastikan kegiatan itu tidak bertentangan dengan agenda resmi PWI.
Lalu apakah bagaimana secara prosedural dan hukum organisasi, menyangkut tata cara penegakan kode etik dan disiplin anggota PWI, yang diatur secara ketat di dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga (ART), dan Peraturan Organisasi (PO) PWI.
Berikut penjelasan secara terstruktur dan faktual, agar jelas posisi hukumnya.
1. Secara prosedural organisasi PWI, tidak boleh ada sanksi atau penilaian etik tanpa surat resmiDalam sistem PWI, setiap dugaan pelanggaran etik atau disiplin anggota harus melalui mekanisme formal.
Hal ini dikenal dengan istilah "Penegakan Aturan tidak boleh dengan Melanggar Aturan" artinya, dalam menegakkan aturan pun harus dengan mengikuti aturan yang diberlakukan.
Hal ini diatur di ART PWI Pasal 13 dan Pasal 14, serta diperkuat oleh Peraturan Organisasi (PO) tentang Dewan Kehormatan.
Berikut garis besarnya:
Pasal 13 ayat (1) ART PWI:
“Setiap dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik dan/atau peraturan organisasi diperiksa oleh Dewan Kehormatan.”
Pasal 13 ayat (2):“Pemeriksaan dilakukan setelah adanya laporan tertulis yang disampaikan kepada pengurus PWI setempat dan ditembuskan ke Dewan Kehormatan.”
Pasal 14:“Dewan Kehormatan berwenang melakukan panggilan resmi, meminta klarifikasi, dan memberikan rekomendasi sanksi kepada pengurus PWI.”
Artinya:
Tanpa adanya laporan tertulis resmi dan surat panggilan dari Dewan Kehormatan, tidak ada dasar hukum organisasi bagi siapapun (termasuk Ketua PWI daerah) untuk menyatakan seseorang “melanggar kode etik” atau “bersalah secara etis”.
2. Surat laporan dan panggilan etis adalah syarat sah proses etik
Secara administratif, dua dokumen wajib dalam proses penegakan kode etik PWI adalah:
Tahap | Dokumen Resmi | Dikeluarkan oleh | Tujuan |
---|---|---|---|
1️⃣ Pelaporan Awal | Surat Laporan Dugaan Pelanggaran Etik | Pengurus atau anggota PWI yang melapor | Memulai proses etik secara tertulis |
2️⃣ Pemanggilan Etik | Surat Panggilan Klarifikasi dari Dewan Kehormatan | Dewan Kehormatan PWI setempat | Memberikan hak jawab dan pembelaan kepada anggota |
Tanpa dua hal itu, tidak bisa dikatakan sedang atau telah terjadi proses etik.
3. Menyatakan seseorang bersalah atau menyinggung nama baik tanpa prosedur etik = pelanggaran etika kelembagaan
Jika Ketua atau pengurus PWI secara lisan atau pribadi menyatakan seorang anggota “melanggar kode etik” tanpa dasar dokumen resmi, maka hal itu justru bisa dianggap:
- Pelanggaran terhadap asas keadilan dan due process organisasi (karena tidak melalui mekanisme Dewan Kehormatan), dan
- Bentuk penyalahgunaan wewenang komunikasi organisasi, jika pernyataan itu menimbulkan stigma di internal.
Karena itu, PWI memiliki prinsip non-arbitrariness — tidak boleh ada tindakan sepihak tanpa prosedur etik yang sah.
4. Apa yang boleh dilakukan ketua secara informal
Secara etis, Ketua PWI memang boleh:
- Menegur secara internal dan kekeluargaan apabila ada tindakan anggota yang dianggap kurang pantas,
- Mengajak dialog atau klarifikasi informal terlebih dahulu.
Namun teguran itu tidak bersifat sanksi organisasi, melainkan pembinaan moral.
5. Kesimpulan
Aspek | Penjelasan | Status |
---|---|---|
Surat laporan pelanggaran etik | Belum ada | Proses etik belum sah dimulai |
Surat panggilan Dewan Kehormatan | Belum ada | Tidak ada pemeriksaan etik formal |
Penilaian etik secara lisan oleh Ketua | Tidak memiliki kekuatan formal | Hanya bersifat opini pribadi |
Hak anggota (Anda) | Tetap utuh dan terlindungi | Tidak dapat dinyatakan bersalah tanpa proses formal |
Rekomendasi langkah bijak:
- Simpan semua bukti komunikasi (WA, pernyataan lisan, dll.) bila sewaktu-waktu diperlukan klarifikasi ke Dewan Kehormatan.
- Jika suasana mulai tidak kondusif, Anda bisa menyerahkan surat klarifikasi resmi seperti yang sudah dibuat oleh pihak terduga.
- Bila tetap ada upaya menyudutkan tanpa dasar etik, yang bersangkutan terkena dugaan seperti itu berhak meminta Dewan Kehormatan PWI Jawa Barat atau PWI Pusat untuk memberikan perlindungan etis terhadap nama baiknya. [■]


إرسال تعليق
Silakan beri komentar yang baik dan sopan