Usai Penggerebekan Kampung Ambon, Operasi Senyap BNN Dibayangi Isu Liar di Medsos
Foto: BNN (ist.)
Usai ratusan personel menyisir sarang narkoba, justru muncul gosip liar yang menyeret nama Kepala BNN—seolah penggerebekan belum cukup bikin sebagian pihak gelisah. Ketika 500 personel BNN sibuk mengamankan sabu dan tersangka di Kampung Ambon, lini masa media sosial malah sibuk mengamankan isu. Entah kebetulan atau refleks alami: setiap kali pemberantasan narkoba berjalan maksimal, selalu ada saja yang merasa perlu mengalihkan perhatian.
— JAKARTA | Pasca penggerebekan kawasan yang dikenal publik sebagai Kampung Ambon—salah satu titik rawan peredaran narkoba—Badan Narkotika Nasional (BNN) justru harus menghadapi serangan lanjutan yang tidak datang dari bandar, melainkan dari lini masa media sosial.Operasi besar-besaran yang digelar BNN melibatkan sekitar 500 personel gabungan. Petugas menyisir gang-gang sempit hingga titik-titik yang selama ini dicurigai menjadi jalur transaksi narkotika. Hasilnya cukup konkret dan terukur, bukan sekadar konten viral.
Dalam penggerebekan tersebut, aparat mengamankan delapan orang tersangka berinisial AP, L, D, A, IK, MS, AS, dan RS.
Barang bukti yang disita juga tidak main-main: 558,05 gram sabu, satu klip ganja siap edar, berikut perlengkapan konsumsi narkoba seperti bong plastik, telepon genggam, kartu ATM, dan buku tabungan.
Para tersangka dijerat dengan
- Pasal 114 ayat (2) jo.
- Pasal 132 ayat (1) dan/atau
- Pasal 112 ayat (2) jo.
- Pasal 111 ayat (1) jo.
- Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun.
Semua dicatat, semua diinventarisasi—tanpa backsound dramatis.
Namun ironinya, setelah operasi lapangan rampung, muncul “operasi tambahan” di dunia maya.
Sejumlah unggahan di platform TikTok dan Threads tiba-tiba mengaitkan nama Kepala BNN, Komjen Pol Suyudi Ario Seto, dengan artis Shandy Aulia.
Isu ini beredar tanpa konteks hukum, tanpa bukti, dan tentu saja tanpa klarifikasi resmi. Singkatnya: ramai, tapi kosong.
Hingga artikel ini ditulis, tidak ada pernyataan apa pun baik dari Komjen Suyudi Ario Seto maupun dari Shandy Aulia terkait isu tersebut.
Sebuah situasi yang lazim dalam dunia hoaks: isu sudah lari jauh, sementara fakta masih berdiri di tempat, kehabisan napas mengejar algoritma.
Jika ditarik ke belakang, rekam jejak Komjen Suyudi Ario Seto justru bertolak belakang dengan narasi liar yang beredar.
Sepanjang kariernya, ia dikenal sebagai perwira Polri yang dekat dengan ulama, menjaga integritas, dan relatif minim kontroversi personal.
Belum lama ini, di bawah kepemimpinannya, BNN mengungkap kasus penyelundupan narkotika berskala jumbo: sekitar dua ton narkoba dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp5 triliun.
Dalam kasus tersebut, BNN juga berhasil menangkap buronan internasional Dewi Astutik alias PA di Kamboja.
Dewi Astutik diketahui terlibat dalam jaringan narkoba internasional Fredy Pratama—jaringan yang sebelumnya terkuak setelah pengungkapan penyelundupan 2,3 kilogram heroin oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai TMP C Soekarno-Hatta, Tangerang.
Dewi bahkan tercatat sebagai DPO otoritas Korea Selatan, hasil rekrutmen jaringan perdagangan narkotika lintas Asia dan Afrika.
“Dewi adalah DPO dari Korea Selatan,” ujar Komjen Suyudi Ario Seto, dikutip dari Antara, Rabu, 17 Desember 2025.
Di saat isu tak bertuan itu bergulir, BNN justru melangkah ke tahap yang lebih teknokratis dan sunyi dari sorotan: penguatan sistem pencegahan.
Melalui Deputi Bidang Pemberantasan, BNN menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Perkumpulan Perusahaan Pemeriksa Keamanan Kargo dan Pos Indonesia.
Kesepakatan ini difokuskan pada pencegahan dan pengungkapan peredaran narkotika serta prekursor narkotika melalui jalur kargo dan pos udara.
PKS tersebut diteken oleh Plt Deputi Pemberantasan BNN, Budi Wibowo, dan Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Pemeriksa Keamanan Kargo dan Pos Indonesia, Ibrahim Sahib.
Isinya bukan slogan, melainkan SOP: deteksi dini, pelaporan cepat, dan koordinasi langsung dengan aparat penegak hukum jika ditemukan kiriman mencurigakan.
Dengan kerja sama ini, pengawasan distribusi barang lewat udara diharapkan semakin ketat dan respons penindakan makin cepat—meski tentu saja tidak secepat penyebaran gosip di media sosial.
Pada akhirnya, penggerebekan Kampung Ambon menunjukkan satu hal sederhana: di lapangan, aparat bekerja dengan data dan barang bukti; di dunia maya, publik bekerja dengan asumsi dan engagement.
Tinggal pilihan kita sebagai pembaca—mau berdiri di barisan fakta, atau ikut antre di loket isu. [■]

إرسال تعليق
Silakan beri komentar yang baik dan sopan