iklan header
iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Wawancara Imajiner Prabowo Subianto Cawapres 2009

Mengapa Prabowo Memilih Megawati?


Mungkin cuma Cawapres Prabowo yang paling sering komunikasi online langsung dengan saya, dibandingkan para cawapres lain walaupun hanya melalui Facebook. Dan saya pun yakin, bahwa account Facebooknya besar kemungkinan tidak dijalankan oleh tim suksesnya ataupun orang lain, tapi 99,9999 persen oleh sang Cawapres paling muda ini.



Prabowo Subianto, salah seorang Jenderal yang punya peluang besar dalam dunia politik dan paling banyak mendapatkan julukan atas kiprahnya selama di dunia militer maupun politik. Mulai dari Soeharto kecil (tentunya bukan karena ia pernah menjadi menantu mantan orang nomor satu beberapa dekade silam), tapi juga karena jenjang kariernya yang sangat luarbiasa. 


Sebagai seorang Jenderal lapangan yang sepak terjangnya menunjukkan ia seorang prajurit sejati telah dibuktikannya selama masa bertugas. Bahkan sempat beberapa pengalaman jejak rekamnya yang dianggap dan diberitakan sebagai salah satu tentara yang berani dalam pengertian positif dan tak sedikit yang menganggapnya sebagai pelanggar HAM.


Terlepas dari terlibat atau tidaknya ia dengan pelanggaran HAM selama karir militernya, saya berusaha mewawancarai sang jenderal kharismatik dan mulai digemari oleh kalangan muda dan kaum wanita ini. Sulit memang tapi mungkin dari Facebook, dan beberapa sumber wawancara khusus dengan dirinya saya mencoba untuk berkomunikasi secara langsung.



Dan pertanyaan pertama saya untuk sang kandidat Presiden RI tahun 2014 ini adalah, "Mengapa ia lebih memilih Megawati dibandingkan dengan memilih SBY sebagai Cawapres 2009?" Dengan senyum khasnya, dia menjawab, "Menurut dek Sidik, mana yang lebih pantas kalau saya jadi cawapresnya Susilo Bambang Yudhoyono atau Megawati? Susilo BY + Prabowo = jadinya kan Supra, sedangkan Megawati + Prabowo = MegaPro! Dan lagi mana yang lebih kuat daya jelajahnya serta lebih gagah, MegaPro atau Honda Supra?"


Sidik Rizal (SR): "Mas Bowo bisa aja, bukannya kalo Megawati + Prabowo jadinya Mega Pra?"



Prabowo Subianto: "Justru de' Sidik ini bisa aja ngelucunya. Masa MegaPra? Kan nggak enak banget buat jargon kampanye. Bisa-bisa salah diucapin dan jadi senjata black campaign-nya lawan. Mega Pra? Tapi itu kan itu lebih daripada Supro?"



SR: "Tetapi kalo mobil Toyota Supra kan keren banget tuh mas Bowo?"



PS: "Loh yang kita bicarakan kan tentang motor, bukan tentang mobil! Dan lagi emang ada padanannya mobil MegaPro? Nggak ada kan... Kalo Toyota Supra, ya iya lah saya tahu itu kan mobil sporty kelas tertentu, dan di Indonesia mungkin jarang yang punya, iya kan?"



Kami pun tertawa terbahak-bahak mendengar canda sang jenderal. Pada awalnya saya pikir dia termasuk orang yang galak atau sangar lah, dengan reputasinya sebagai seorang Mantan Kopassandha (Ngerti kan maksud gue?).

Tapi ternyata nggak juga tuh. Ternyata dia cukup supel dan bersahabat. Dan saya semakin yakin, bila semakin bertambah usia sang perwira lapangan ini, maka semakin matang karier politiknya terutama buat 5 tahun mendatang.



SR: "Mas Bowo, sewaktu anda melakukan lobi-lobi dengan para capres beberapa waktu lalu apa anda nggak tawar menawar bahwa anda bersedialah untuk jadi cawapres mereka, terutama SBY dan berikutnya JK?"



PS: "Wah de' Sidik ini nanyanya kok kayak bukan wartawan politik aja! Ya jelaslah, tapi yang saya lakukan tentunya dalam kerangka diplomasi dan nggak seterbuka kalimat-kalimat seperti yang de' Sidik katakan. Masak seh saya harus merendahkan kelas saya menjadi cawapres mereka. Diplomasinya pada mulanya adalah kemungkinannya koalisi dan penyamaan visi misi politik bagi rakyat Indonesia ke depan. Dan itu semua tidak gampang untuk langsung jadi sebuah keputusan yang singkat dalam satu atau dua pertemuan.


Kembali saya ngangguk-ngangguk mengerti. Kayaknya saya memang sudah jadi kebiasaan untuk mengangguk di depan calon para petinggi negara. Berani nggak ya saya menggeleng-geleng di depan mereka?



SR: "Jangan-jangan saat ketemu para kandidat pada saat itu, alasan mas Bowo nggak berkoalisi dengan pak Wiranto, juga karena kuatir nanti akhirnya dapat Pra bowo motor Honda Win?"



(dan kali ini PS yang terkakak-kakak, untung nggak guling-gulingan. Ya nggak mungkin lah, Jenderal gitu loh!)



PS: "Nah kamu sudah tahu kan jawabannya?"



SR: "Kenapa mas Bowo nggak berkoalisi dengan JK?



PS: "Ya itu tadi, keburu pak JK suka dengan konsep kampanyenya yang memilih JK-Win. Hehehe!"



SR: "What a joke! Hahahaha... sekarang saya tambah ngerti, jadi waktu itu JK memang suka banget ya dengan konsep produk dalam negeri? Honda Win kan jadul banget?



PS: "Loh apa hubungannya dek Sidik?"



SR: "Nggak ada sih... yah asal nanya dan njeplak aja mas Bowo. Abis dalam bayangan saya, kalo JK itu identik dengan 'senioritas' atau 'kejadulan' dan Honda Win kan jadul banget! Hehehehe!"



PS: "Heh hati-hati kalo komentar! Nanti kalo pak JK denger kamu bisa disemprot! Disangka kamu meledek dia!"

SR: "Loh itu kan bukan ngeledek mas Bowo! Tapi kenyataanya begitu, dan saya nggak sama sekali mau ngeledek pak JK. Saya justru sangat menghargai beliau. Terutama konsep membangun ekonomi kerakyatan dengan produk dalam negeri. Dan ngomong-ngomong tentang ekonomi kerakyatan, bisa nggak mas Bowo menjelaskan sedikit tentang visi dan misi mas Bowo bila menjadi presiden.... eh maaf cawapres 2009 nanti?



PS: "Hah kamu bikin ge-er saya saja... Mudah-mudahan aja salah ucap kamu saya menjadi capres jadi kenyataan...!"



SR: (dalam hati saya bilang Insya Allah, kayaknya memang mas Bowo pantas jadi capres 2014 nanti, dan saya hanya tersenyum mengangguk-ngangguk)



PS: "Menurut saya konsep ekonomi kerakyatan di Indonesia adalah belum ada sama sekali dari beberapa pemerintahan kita yang memberikan porsi dan perhatian yang besar kepada ekonomi kerakyatan".


(dilanjutkan kemudian)

Sidik Rizal
Kandidat Calon Walikota Bekasi Heri Koswara

Post a Comment

Silakan beri komentar yang baik dan sopan

Lebih baru Lebih lama
Kandidat Calon Walikota Bekasi, Heri Koswara