KREATIVITAS SELALU MENANG CARI PERHATIAN
Jakarta, dobeldobel.com
Kali ini saya sedang duduk di ruang khusus Media Center DPR RI dengan rekan-rekan wartawan lain yang sibuk dengan urusan pelaporannya dan ada juga yang sibuk bercanda ngalor ngidul sambil menonton TV-One, sesekali mereka meledek iklan kampanye satu kandidat pasangan capres.
Biasalah, dinamika demokrasi kaum terbuang? (hahahaha... wartawan emang bisa disebut kaum terbuang? Hahahaha!)
Sementara itu saya sendiri mencari iklan kampanye media cetak termasuk yang online. Sebagai hasilnya, saya tertarik dengan iklan komik dari Makassar. Sungguh iklan kreatif yang pastinya akan menarik perhatian.
Nah sejatinya inilah yang disebut dengan demokrasi yang sehat. Tidak saling menghujat, karena sebenarnya hujatan sangat identik dengan kampanyenya para setan. Demikian pula sebaliknya cara narsis, memuji diri sendiri yang terlalu berlebihan juga merupakan cara kampanye yang sangat tidak mendidik. Sesuai dengan kata pepatah, "Sebesar-besarnya pendusta adalah pendusta yang menceritakan tentang dirinya sendiri!!!"
Coba kalau kita perhatikan iklan kreatif di atas, yang saya ambil dari kaum kreatif Makassar dengan semangat membangun hal yang positif, pesan iklan pun sampai dan perhatian dari publik tercapai. Dalam gambar komik di kampanye iklan tersebut, jelas terlihat sosok Sultan Hasanudin, tokoh pahlawan Nasional yang menjadi icon pahlawan dari Sulawesi Selatan, kemudian juga sosok Pangeran Diponegoro, yang identik dengan pahlawan nasional berasal dari Jawa Tengah. Seolah isi komik iklan ini hendak berkata, bahwa pasangan JK-Wiranto adalah permintaan rakyat dari kedua wilayah yang mewakili Nusantara secara keseluruhan. Sungguh pas dengan iklan kampanye JK-Wiranto lainnya yang menggunakan tag-line "Pasangan Nusantara!"
Dan sepertinya memang tim sukses dari partai beringin ini memang paling sering mengkampanyekan diri dengan gaya komik, seperti halnya dengan tim sukses kampanye partai Golkar dari Kalimantan Selatan yang menggunakan tokoh robot bergaya komik avatar.
Otomatis kreativitas mereka patut diacungi jempol, dan terlepas apakah nanti mereka akan memenangkan presiden dukungan mereka, kreativitas mereka adalah bentuk positif dari pencitraan dan gaya kampanye yang etis. Hal inilah yang harusnya dijadikan kebiasaan bagi seluruh tim sukses atau juru kampanye, dimana mereka tidak harus mencari kelemahan lawan politiknya, biarkan saja para wartawan yang melakukan itu, asal jangan mereka sendiri. Karena etika kampanye orang timur masih menjadi acuan sebagian masyarakat kita, baik disadari atau tidak.
Lalu bagaimana dengan iklan-iklan capres lain yang masuk kategori kreatif dan positif? Hal ini akan saya coba laporkan dalam setiap perjalanan saya menyusuri kampanye pilpres 2009. Sabar dan tunggu saja yah?
Sidik Kelana Rizal
(bagian 2 dari 2 bagian)
BalasHapusBeberapa kalangan yang cemas buru-buru melakukan counter-strategy dengan mengembuskan kemungkinan tekanan ‘syariah’ di negara NKRI yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Counter-strategy ini bisa jadi efektif untuk mempengaruhi kalangan non-jilbab (bukan hanya non-Muslim, karena banyak pula Muslimah tak berjilbab) untuk tidak memilih JK-Win. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa, tuduhan itu belum tentu benar. Hanya karena istri presiden berjilbab tak berarti seluruh muslimah di negeri ini harus mengenakan jilbab. Lihat saja di Turki. Bahkan istri presiden dan istri perdana menteri yang berjilbab, dipinggirkan, dilarang masuk istana atau gedung parlemen. Pendeknya, sesuai aturan negara, semua instansi pemerintah di Turki tertutup bagi muslimah berjilbab. Tahun 2004, seorang mahasiswi kedokteran dikeluarkan dari kampusnya –universitas negeri- karena tak mau melepaskan jilbab.
Kemudian, mengapa perempuan berjilbab menjadi ancaman? Bila ini dipakai sebagai isu menghadang JK-Win, ini betul-betul isu murahan, ketinggalan jaman. Indonesia adalah negara demokrasi. Undang-undang, bahkan peraturan daerah, dibuat oleh para wakil rakyat, mewakili suara rakyat setempat. Di Aceh ada aturan pemakaian jilbab, di Tangerang ada aturan jam malam bagi perempuan. Setiap wilayah berhak mengatur dirinya sendiri. Kekuatiran akan kualitas wakil rakyat pembuat aturan yang “ngawur” dapat dieliminir dengan kita tidak menjadi Golput. Pilih wakil dengan benar. Kalau yang dipilih tetap saja “ngawur”, ada mekanisme pencopotan, atau tak usah dipilih lagi.
Harga demokrasi memang mahal. Yang menang belum tentu terbaik. Yang jelas, yang menang adalah pilihan dari suara terbanyak, suara kita-kita juga. Mestinya para pemilih malu telah memilih orang-orang seperti Al-Amien menjadi wakilnya. Di Bali, orang mesti malu telah memilih pembunuh wartawan sebagai wakilnya. Manusia bisa melakukan kesalahan. Kesalahan adalah hal biasa. Yang tidak biasa adalah bila kesalahan kita lakukan lagi dan lagi, berulang-ulang. Memilih berdasarkan emosi/keterikatan, atau sekadar hitungan rasional (siapa memiliki dana kampanye terbesar). Kita enggan memilih orang yang tak kita kenal, meskipun personality/karakternya dapat menjanjikan.
Apakah pilihan JK-Win, yang potret para istrinya sedang menjadi topic hangat, adalah pilihan logos (masuk akal)? Itu harus kita pelajari dari visi, misi, dan program yang mereka tawarkan. Apakah ada unsur pathos? Mungkin benar, mengingat kombinasi kesukuan dari pasangan yang cukup mewakili. Penduduk di luar Jawa yang mungkin sudah bosan dipimpin orang Jawa, mungkin memiliki ikatan emosi dengan sosok JK. Orang Jawa (termasuk yang berada di luar Jawa) terwakili oleh Wiranto. Bagaimana dengan faktor ethosnya? Bila ada yang masih mempersoalkan kasus pelanggaran HAM, kasus ini juga dapat dikenakan pada SBY dan Prabowo, sebagai pelaku Orde Baru. Terlepas dari terbukti tidaknya pelanggaran HAM yang dituduhkan, kebijakan keamanan negara berada di tangan rezim. Pribadi seseorang belum tentu mencerminkan rezim yang dilayaninya.
Ethos JK mungkin bisa diperdebatkan, namun ethos Wiranto lebih jelas. Dialah yang membuat transisi Orba ke Reformasi berjalan mulus dan lancar, meskipun dia sendiri berpeluang menyalahgunakan mandat (sebagaimana dilakukan Soeharto di masa Soekarno). Wiranto juga tidak pernah meninggalkan tugas atau atasannya di masa sulit. Menurut saya, ini ethos (karakter) yang harus diperhitungkan untuk memilih pemimpin bangsa.
Sirikit Syah, 30 Mei 2009
Filsuf Aristoteles membagi kekuatan pembentukan opini publik menjadi tiga; yang didasari logos (akal), yang didasari pathos (emosi), yang didasari ethos (karakter). BBC baru-baru ini mengangkat tokoh pemimpin Islam untuk menjadi Direktur Program Keagamaan. Di negara dimana Islam adalah minoritas, ini jelas tak masuk akal dan tak ada ikatan emosional. Mungkin saja sang tokoh adalah sosok/karakter yang sangat dapat dipercaya.
BalasHapusBila kita bicara perihal logika dalam kompetisi capres-cawapres Indonesia saat ini, kita akan ngramesi (membahas) para kandidat dan program yang ditawarkannya dengan pertanyaan “Masuk akal tidak ya?” Di lain pihak, tak sedikit orang yang akan menentukan pilihan berdasarkan emosi (pathos). Menurut Aristoteles, ini sah-sah saja. Seseorang akan memilih pemimpin yang dia kenal, atau yang memiliki kesamaan atau keterkaitan dengan dirinya. Di Polandia, misalnya, kaum buruh memilih sesama buruh sebagai persiden (Leach Walesa).
Aristoteles sendiri menggarisbawahi, bahwa yang paling powerful dan efektif dalam mempengaruhi opini publik adalah unsur ethos. Ini menyangkut track record, reputasi, personality, karakter seseorang. Memilih Obama menjadi presiden AS adalah tindakan kurang masuk akal, bahkan tidak emosional. Massa kulit hitam di AS tak lebih dari 15%. Kemungkinan besar Obama terpilih karena faktor ethos. Terlepas warna kulit dan latar belakang etnisitasnya, Obama adalah karakter yang ‘dapat dipercaya’ oleh para calon pemilih.
Bagaimana dengan tiga pasangan capres-cawapres? Karena kita hanya dapat melihatnya dari jauh, melalui media massa, kita simak saja media performance mereka selama ini. Dari sudut pandang media massa, SBY adalah sosok yang menjaga citra, berhati-hati dalam bertutur kata, bahkan memainkan gesture dan mimik muka secara terencana. SBY tidak spontan dan kurang genuine. Faktor spontan ini dimiliki JK, yang sering bicara ceplas-ceplos, bahkan keceplosan. Tak jarang pernyataan JK menyakitkan hati, meskipun mengandung kebenaran. Kebenaran yang pahit.
Megawati tampil buruk di media massa, terutama bila dia harus menjawab pertanyaan penting dan serius. Mungkin Megawati satu-satunya calon yang tak menggunakan logos (reason) rakyat untuk menang, melainkan faith atau kesetiaan. Ada keterikatan emosi di sini, yang dimainkan dengan lumayan baik, bahwa Megawati adalah bagian dari rakyat kecil.
Belakangan ini isu jilbab para istri kandidat menjadi topik hangat di masyarakat. Gara-gara istri JK dan istri Wiranto menggunakan jilbab, berkembanglah opini publik bahwa tingkat keterpilihan mereka akan meningkat. Dua perempuan ini menggambarkan sosok adem para pendamping pemimpin, karakter perempuan solichah. Bila ada pepatah “Di belakang lelaki yang hebat, ada perempuan yang hebat,” potret dua perempuan calon pemimpin ini “speaks a thousand words”. Mereka tak perlu bicara (dan mereka memang begitu low profile sehingga tak banyak dikutip media), namun potret mereka membangun faktor ethos yang penting sebagai penentu opini publik.
(bagian 1 dari 2 bagian)
Tim JK Win Kalsel Dideklarasikan,Optimis Masuk Putaran Dua
BalasHapusBanjarmasin - Berdasarkan jargon yang diusung oleh JK-Win, tim sukses JK-Win Kalsel tercatat sebagai tim sukses Capres dan Cawapres pertama yang dideklarasikan di Provinsi Kalsel.
Bertempat di Sinta Restoran International, seluruh anggota tim sukses JK-Win dari tingkat DPD provinsi hingga DPD Kabupaten/kota yang ada di Kalsel, dikukuhkan secara langsung oleh ketua Tim Nasional pemenangan JK-Win, Fahmi Idris, Jum’at (29/5).
Pengabdian terhadap Negara Indonesia selama ini sudah banyak yang dilakukan oleh dua tokoh nasional Jusuf Kalla dan Wiranto. Sebagai pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), keduanya memiliki visi dan misi yang tepat untuk memajukan pembangunan Negara ini.
Pasalnya sebut Ketua tim kampanye pemenangan JK-Wiranto, Fahmi Idris, dari koalisi Partai Golkar dan Hanura ini, sejak awal sangat sinergis dalam memimpin Negara ini pada capres dan cawapres periode 2009-2014. “Kalau selama 30 tahun ini perdamaian di Aceh sulit dilakukan oleh oleh pemerintah terdahulu, kini seorang JK langsung turun tangan,”bebernya.
Demikian pula halnya dengan kasus keamanan di Poso, Walaupun dirinya pada saat itu menjabat sebagai Menkokesra, namun JK berhasil menyelesaikan konflik bernuansa ras dan agama yang terjadi di daerah tersebut.
Fahmi Idris yang juga Menteri Perindustrian usai melantik tim pemenangan daerah (Timda) Kalsel JK-Wiranto menambahkan, sosok Wiranto sejak awal perjuangan, tetap eksis dalam memperjuangkan ekonomi kerakyatan. Bahkan Ketua Umum Partai Hanura itu menuangkan pikirannya dalam sebuah buku.
“Tantangan terbesar negeri ini adalah mensejahterakan rakyat yang posisinya kurang menguntungkan. Maka dari itu, system ekonomi kerakyatan harus mendekatkan program dan kebijakan kepada rakyat,”harap FahmiI Idris.
Ketua Timnas Pemenangan capres –cawapres JK –Wiranto ini menerangkan, JK dengan sifatnya yang lebih cepat bertindak itu sudah banyak gagasannya dalam mencari terobosan ekonomi kerakyatan maupun kebangsaan. Terutama dengan manafaatkan sumber daya alam sendiri, tanpa tergantung dengan bangs asing.
“Karena ekonomi kerakyatan meru[akan lapisan terbesar dari rakyat yang masih memerlukan agar bangkit dari kesejahteraan yang lebih baik,”ingatnya. Untuk itu saran Fahmi, system perekonomian harus dekat dengan rakyat, dan pro UKM.
Misalnya bagaimana pihak perbankan telah mengucurkan dana kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 3 triliun. Semua dana itu untuk UKMK tanpa jaminan apapun. Bahkan kalau ada yang menghambat UKM itu silahkan lapor ke Bank Indonesia (BI),”tegasnya.
Sementara kepada pihak perbankan juga harus dapat menurunkan tingkat suku bunga. Dengan demikian masyarakat dapat mengembalikan angsuran kreditnya. Sedangkan kepada UKM, Fahmi minta supaya benar-benar membuat produksi barang sebagus mungkin.
Kemudian sejauhmana pemasarannya yang lebih luas, hingga dengan harga yang cukup bersaing UKM benar-benar mandiri dan professional. Untuk itulah, takheran kalaukedua pasangan JK-Wiranto ini adalah harapan sebagian rakyat Indonesia dapat terwujud untuk memimpin negeri ini.
Sementara itu, ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kalsel, HA Sulaiman HB, optimis JK-Win dapat masuk dalam putaran dua Pilpres. Pasalnya kedua pasangan ini memiliki program yang dapat diterima oleh masayrakat dalam mensejahterakan Rakyat Indonesia.
Pasalnya, walaupun tidak berbeda dengan calon lainnya, namun JK-Win yang mengusung ekonomi kerakyatan, menurut Kamar Dagang dan Industri yang menggelar dialog dengan ketiga duet Capres-Cawapres tersebut, menilai program ekonomi kerakyatan yang di tawarkan oleh JK lebih realistis dan dapat diterapkan dalam iklim ekonomi Indonesia.(lia/dan)
(bagian 2 dari 2 bagian)
BalasHapusBeberapa kalangan berpendapat bahwa kaum berjilbab itu sangat menginginkan berdirinya negara Islam dan tidak bisa bergaul dengan sesama perempuan Islam tak berjilbab, apa lagi yang berbeda keyakinan, saya anggap orang seperti ini tidak memahami substansi dan hanya menilai dari kulit luarnya saja. Jika anda mencoba bergaul dengan mereka akan sangat nampak bahwa mereka malah lebih moderat di bandingkan yang tidak berjilbab, dalam hal pelaksanaan hukum syariat memang mereka cukup disiplin. Terdapat memang beberapa perempuan berjilbab yang nakal, tapi sifatnya hanya kasuistis belaka. Namun terdapat gejala umum, perempuan sehabis menunaikan ibadah haji, sekembalinya ke tanah air sudah memakai jilbab walaupun sebenarnya sudah nenek-nenek.
Memotret jilbab Ibu Hj. Mufidah dan Ibu Hj. Uga Wiranto, mereka melakukan itu tentu bukan karena motivasi membangun citra agar lebih Islami. Lingkungan komunal Minang di mana Bu Mufidah dibesarkan dan lingkungan komunal Suku Gorontalo di mana Bu Uga dibesarkan sudah jaman dulu memiliki tradisi keislaman yang sangat kuat. Dus, ditambah keluarga kalla yang taat beragama demikian juga keluarga Wiranto. Dari fakta ini memang tidak berlebihan jika dikatakan JK-Wiranto adalan pasangan refrensentasi nusantara. Sebagai jargon simbol tidak berarti di level masyarakat terjadi pengkotak-kotakan. Seperti ketika anda berbasa-basi menawari orang lain makan, bukan berarti anda melakukan itu karena merasa orang yang ditawari juga sedang lapar.
Hukum syariat jilbab sampai saat ini masih menuai kontroversi ada yang mewajibkan, ada juga yang tidak. Yang jelas dengan memakai jilbab, artinya perempuan itu telah mengambil tindakan paling hati-hati bagi keselamatan dirinya baik untuk agamanya, maupun dalam lingkungan pergaulan. Demikian pula yang terjadi terhadap pasangan JK-Wiranto, ditengah kontroversi apakah masih ada atau tidak dikotomi antara sipil dengan militer dan antara jawa dengan luar jawa, pasangan ini bersatu juga merupakan tindakan paling hati-hati bagi keselamatan agama dan bangsanya. Jati diri bangsa ini memang berada dalam dikotomi kearifan lokal yang berbeda, penyeragaman berarti amanusiawi, platform ideologi negara kita sangat jelas Pancasila yang menyerap kebhinekaan. Jati diri bangsa ini harus dibangun pada keberagaman kearifan budaya lokal, jika ingin siap menghadapi kompetisi arus globalisasi tidak hanya siap dalam bidang perekonomian dan pertahanan keamanan tetapi juga harus siap di dukung oleh pola sosial-budaya unik sebagai jati diri bangsa. Sehingga dengan demikian refrensentasi pasangan pilpres masih terasa sangat dibutuhkan, karena di dalam Syariat islam juga mengenal paham refresentasi mashab dan golongan. Dari dulu kala kita selalu dihimbau untuk menjaga persatuan dan kesatuan karena kita memang berbeda-beda, kalau semua sama, mengapa kita perlu bersatu…?
Issu kampanye JK-Wiranto sebagai pasangan refresentasi nusantara serta fakta simbol religius jilbab loro yang mereka milki, merupakan potensi besar untuk memenang Pilpres nanti. Wallahualam.
Salam Kompasiana Indonesia
Pasangan nusantara JK-Wiranto jika terpilih oleh rakyat, maka sekali lagi, suprise, waaoooo……karena ke dua isterinya berbusana muslimah (jilbab) dimana baru kali ini hal itu terjadi. Baik di jaman Presiden Soekarno dan Soeharto belum ada karena belum masanya busana ini muncul. Pada zaman Gus Dur Presiden yang nota bene adalah tokoh Ormas Islam terbesar, isterinya juga tidak berjilbab, apalagi di jaman Mega sampai saat ini seperti yang lain cuma berkerudung wae. Nah, sejak tahun 2004 salah satu Ibu Negara Kita sudah ada memakai jilbab, itulah Hj. Mufidah JK Wapres, mungkin tahun ini akan jadi lengkap ke dua Ibu Negara berjilbab.
BalasHapusBusana muslimah (JIlbab) mulai merebak sejak tahun 90an, umumnya dipelopori bak jamur di musim hujan oleh kalangan mahasiswi di berbagai kampus yang kemudian banyak diikuti oleh kalangan umum terutama kaum ibu-ibu, kaum bapak ya nggaklah. Saking merebaknya, seakan menjadi tradisi keanggotaan, misalnya saja organisasi extra kampus HMI, yang dulunya sangat egaliter, maka sejak masa ini semua anggota ahwatnya merasa berkawajiban memakai jilbab, hal ini juga terjadi di beberapa lembaga pemuda sejenis berbasis Islam. Tradisi jilbab yang umumnnya dipelopori oleh kalangan kampus membuat busana ini cukup bergensi, sehingga dalam waktu singkat merebak di kalangan siswi-siswi SLTA dan para karyawan, diperkirakan pada masa ini pula Bu Mufidah dan Bu Uga juga baru memakai jilbab, sebelumnya mungkin hanya berkerudung saja seperti pelengkap busana kebaya yang berlabel busana nasional.
Di awal merebaknya jilbab ini beberapa tempat mengalami pelarangan biasanya terjadi di lingkungan sekolah umum dan para karyawan pabrik, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Tapi kita tidak akan bicara masalah sejarah jilbab ini lebih jauh, yang jelas Partai Keadilan pada pemilu 1999 mempunyai basis massa umumnya berasal dari kaum wanita jilbab dan mahasiswi plus kaum laki-laki yang fanatik banget sama perempuan berjilbab. Pemilu 2004 dengan nama PKS juga demikian hampir sama pada Pileg kemarin, di beberapa aksi demo yang dipelopori PKS di Jakarta terkait masalah palestina, massa yang dikerahkan nyaris para kaum perempuan berjilbab hampir 100 %. Di tengah masyarakat Islam Indonesia yang mayoritas hampir 90 % lebih, kaum perempuan berjilbab masih tergolong kecil dan minoritas, hal ini membuat soliditas di antara mereka cukup tinggi. Jadi jangan heran, jika tokoh teras PKS melontarkan bahwa massa PKS hatinya akan tertarik pada pasangan JK_Wiranto karena ke dua isteri mereka berjilbab.
Berdasarkan pengalaman yang ada, ternyata untuk beralih memakai busana jilbab ini adalah tidak mudah, namun ada juga sebagian kecil memakai jilbab karena gaya aja pengin nampak lebih cantik. Umumnya perempuan beralih memakai jilbab karena dua faktor; pertama karena memang berasal dari lingkungan keluarga yang taat beragama dan faktor kedua seorang yang mengalami pencerahan dalam pemahaman berislam. Alasanya jika niat mereka tidak mantap, mereka juga malu jika dikemudian hari jilbab itu mereka lepas karena alasan tertentu. Di Jakarta ada fakta menarik, beberapa perempuan jawa yang merantau kerja seperti pembantu dan pekerja pabrik di ibukota, pada saat pulang kampung dan kembali ke Jakarta, umumnya mereka memakai jilbab walau sehari-harinya mereka sebenarnya tidak berbusana muslimah. Alasannya cuma satu, agar lebih aman dalam perjalanan. Saaat ini jilbab muncul menjadi busana trendy, misalnya saja untuk menyebut beberapa nama seperti Ratih Sanggarwaty (Model) dan seorang blogger kompasiana Marissa Haque.
(bagian 1 dari 2 bagian)
Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan