contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Anomali Kaitan Antara Pilpres dan Pileg 2024, Apakah Ada Indikasi Kecurangan?

banner

KECURANGAN vs FAKTA: Bab 1 dari 3 Bab Tulisan

Kandidat-kandidat.com, Rabu 21 Februari 2024, 06:50 WIB, by DikRizal

JAKARTA, BksOL - Berdiskusi politik dengan teman sejawat, seorang pengusaha dan kontraktor properti, Iwan Hartono, sungguh membuat saya berpikir ulang tentang semua teori korelasi yang pernah ada dan pernah saya pelajari, antara kaitannya pemilu yang berhuhungan dengan pemilihan presiden dari banyak sumber yang paling populer, 20/2/2024 tadi malam.


Teman saya menanyakan kenapa seperti tidak ada kaitannya antara kemenangan paslon 02 dengan hasil perolehan suara secara signifikan bagi para caleg dari partai koalisinya? Apalagi secara quick count, paslon Prabowo Gibran sudah menembus perolehan suara dengan perbandingan hingga 58 persen pada saat pembukaan pertama pengumuman reami hitung cepat versi KPU secara online melalui media internet baik menggunakan aplikasi SiRekap.


Iwan menanyakan dengan susunan frase seperti ini;
Apakah Simpatisan PDIP pasti pilih Ganjar?
Apakah Simpatisan Prabowo pasti pilih Gerindra?
Apakah Simpatisan Anies pasti pilih NasDem?

Saya pun menjawab, yang jelas simpatisan PKS, pasti pilih Anies! Dan perolehan suara caleg DPR RI versi quick count, PKS meraih posisi ke 6 dari seluruh Indonesia?

Dengan urutan perolehan tertinggi para caleg parpol sebagai berikut berdasarkan penghitungan sementara KPU pada hari Kamis, 22 Februari 2024 jam 06:50 WIB secara nasional;
  1. PDI Perjuangan​, Perolehan Suara: 11,586,165 (16.89%)
  2. Partai Golkar, Perolehan Suara: 10,371,227 (15.12%)
  3. Partai Gerindra, Perolehan Suara: 9,216,833 (13.44%)
  4. PKB, Perolehan Suara: 8,098,841 (11.81%)
  5. Partai NasDem​, Perolehan Suara: 6,446,511 (9.4%)
  6. PKS, Perolehan Suara: 5,132,656 (7.48%)
  7. Partai Demokrat​, Perolehan Suara: 5,082,655 (7.41%)
  8. PAN, Perolehan Suara: 4,752,210 (6.93%)
  9. PPP, Perolehan Suara: 2,777,124 (4.05%)
  10. PSI, ​Perolehan Suara: 1,746,952 (2.55%)
  11. PERINDO​, Perolehan Suara: 877,659 (1.28%)
  12. Partai GELORA, ​Perolehan Suara: 640,310 (0.93%)
  13. Partai HANURA, ​Perolehan Suara: 516,349 (0.75%)
  14. Partai Buruh​, Perolehan Suara: 420,852 (0.61%)
  15. Partai Ummat​, Perolehan Suara: 305,865 (0.45%)
  16. Partai Garuda, ​Perolehan Suara: 219,609 (0.32%)
  17. PBB, Perolehan Suara: 243,320 (0.35%)
  18. PKN, ​Perolehan Suara: 162,902 (0.24%)
Dari data perolehan sementara di atas, sudah bisa diperkirakan bahwa partai yang tidak memperoleh persentase hingga 4% maka dianggap tak lolos ke parlemen.


Mulai dari Partai Solidaritas Indonesia yang didukung penuh oleh Presiden Jokowi, lalu Partai Perindo (Persatuan Indonesia), Partai Gelora, Partai Hanura, Partai Buruh, Partai Ummat, Partai Garuda, Partai Bulan Bintang dan Partai Kebangkitan Nasional kemungkinan besar semuanya tersebut tidak lolos masuk parlemen.

Bahkan komedian Alfiansyah Komeng pun memperoleh suara yang lebih tinggi daripada PSI, sehingga secara khusus majalah Tempo membuat artikel tentang Surat Imajiner Alfiansyah Komeng yang berhasil melenggang ke Senayan sebagai legislator, anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Perolehan suara Komeng terkini tembus di atas 1,8juta suara. Lebih tinggi sedikit dari perolehan suara PSI yang hanya tembus 1,746,952 suara atau hanya 2,55% yang artinya tak meraih 4% dan gagal ke parlemen. Uhuy, ujar Komeng mengakhiri suratnya di dalam artikel majalah Tempo tersebut.

Kembali ke diskusi dengan kawan saya Iwan Hartono, yang melanjutkan pertanyaannya, jika pada data quick count KPU, DPR RI PDIP naik tinggi, lalu kenapa perolehan suara paslon 03, Gama (Ganjar Mahfud) malah anjlok?


Nasib tragis PDIP
Agak beda dari Komeng yang tengah di puncak tanpa penyesalan, PDIP sedang dirundung duka lantaran paslon yang diusungnya, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, terpuruk di hasil quick count maupun real count. 

Berdasarkan hasil quick count di atas 80 persen dari sejumlah lembaga, pasangan calon nomor urut 3 itu ada di posisi buncit dengan angka di kisaran 16 persen.

Mereka tertinggal jauh dari paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang berada di posisi puncak dengan angka di atas 57 persen, dan paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di kisaran 25 persen.

Dalam acara peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Selasa (10/1/2023), Megawati di depan hadirin, termasuk Jokowi, sempat membanggakan peran besar partainya.

"Pak Jokowi itu ya ngono lho, mentang-mentang. Lha iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI-Perjuangan juga, duh kasihan dah," tutur Megawati.

Ucapan itu kini menjadi bahan bully netizen.

"@PDI_Perjuangan kalau ga ada Jokowi....duh kasihan deh," tulis akun @DiGembook.

"PDIP tanpa jokowi aduhhh kasian banget dehhhh," lanjut akun @Ndhaaa_3.

"jokowi tanpa pdip bisa apa? bisa bikin kalah telak laaaah," sindir @notyourandys.

Meski begitu, PDIP berdasarkan hasil hitung cepat sejauh ini masih menjadi partai dengan raihan suara tertinggi untuk Pemilu Legislatif 2024.

Demikian pula, jika perolehan suara pilpres untuk paslon 02 Pragib naik 58%, kenapa perolehan suara caleg DPR RI untuk Partai Gerindra malah sedikit dan kalah dari PDIP, bahkan cuma dapat peringkat 3 di DPR RI, untuk sementara waktu ini?

Akan lebih menarik lagi jika perolehan suara kumulatif para caleg DPR RI ini kita kelompokkan berdasarkan koalisi partai masing-masing pendukung paslon pilpres 2024, agar tampak relasi antara koalisi partai pendukung capres dengan pengaruhnya terhadap perolehan suara masing-masing partai pendukung sekoalisi.

Kawan BksOL yang juga caleg dari partai yang dirugikan oleh anomali mekanisme berjalannya pemilu kali ini pun, sobat Ruly Praptomo mengatakan, “Itu data sirekap (Sistem Rekapitulasi Penghitungan Suara) yang digunakan dalam tulisan/artikel ini belum ada perbaikan (red: bersifat sementara belum permanen tentunya), karena masih adanya ribuan TPS dimana data konversi ke sirekap nya salah.”

Ruli menganggap analisanya jadi lemah karena gunakan data yang salah. BksOL justru tidak membantah bahkan membenarkan. Karena analisa yang ada di atas tersebut menggambarkan betapa kejadian aneh di luar nalar dengan karakter psikologis sosial pemilih akan terasa anomali, jika berdasarkan data terkini sementara waktu ini.

Ruly pun penasaran dan menambahkan, “Untuk data pilpres yang salah, tidak bisa diperbaiki dalam sistem oleh KPU Pusat, artinya yang bisa mengkoreksi hanya KPU Kota/Kabupaten setelah menunggu data manual perhitungan berjenjang.”

Nah di dalam algoritma penentuan pengkoreksian sistem penghitungan itu lah yang BksOL anggap sebagai anomali.

Dan dari anomali tersebut maka pasti bisa menjawab pertanyaan berikut, PERTANYAAN NYA ADALAH;
  • Jika Jokowi magnet kuat, mengapa PSI tidak lolos ke Parlemen..! 
  • Jika magnet Prabowo kuat 58% mengapa Gerindra perolehan suaranya hanya 13% dan menempati urutan ke 3..! 
  • Jika Ganjar jelek sekali hanya 17% mengapa PDIP juara dengan 18%..! 
JAWABANNYA ADALAH;
"Manipulasi sistemik dilakukan hanya untuk surat suara PRESIDEN & WAKIL PRESIDEN"

(bersambung ke halaman berikutnya….)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
Kandidat Calon Walikota Bekasi, Heri Koswara