Wajah Islam Indonesia dalam Bingkai NKRI, Dari Piagam Madinah ke Piagam Jakarta: Jejak Inklusivitas Islam

Kota Madinah abad ke-7 adalah contohnya. Melalui Piagam Madinah, Nabi Muhammad membangun konstitusi yang mengikat muslim, Yahudi, Kristen, hingga kelompok lain dalam satu solidaritas sosial-politik.
Sejak mula, Islam menolak eksklusivisme dan menegaskan inklusivitas sebagai napas utama.
Islam, Solidaritas, dan NKRI
Dalam lanskap Indonesia modern, prinsip itu menemukan ruang yang subur. Dengan 231 juta pemeluk, Islam menjadi agama mayoritas—namun mayoritas yang justru memperkuat pluralitas, bukan mengancamnya.Berbeda dengan beberapa negara di Timur Tengah yang masih terjebak dalam tarik-menarik antara agama dan negara, mayoritas muslim Indonesia justru konsisten menjaga Pancasila dan NKRI sebagai rumah bersama.
Jejak itu terbukti sejak Republik lahir. Pada 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari menjadi bensin spiritual perlawanan terhadap kolonialisme.
NKRI dan Ruh Islam: Persatuan yang Tak Terpisahkan
Beberapa bulan sebelumnya, elite Islam rela menghapus “tujuh kata Piagam Jakarta” demi mengikat konsensus kebangsaan. Sejarah itu menggariskan peran Islam bukan untuk memisahkan, melainkan merangkul.
Kini, tantangan Indonesia bukan lagi kolonialisme bersenjata, melainkan kolonialisme gaya baru: radikalisme yang memecah belah, korupsi yang menggerogoti, dan ketidakadilan sosial yang makin lebar.
Islam Indonesia: Antara Resolusi Jihad dan Konsensus Kebangsaan
Dalam situasi ini, Islam dituntut tampil sebagai kekuatan moral: membela kaum miskin, melindungi minoritas, dan menegakkan keadilan sosial.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang keji, kemungkaran, serta permusuhan” (QS. An-Nahl: 90).
Di titik inilah hubungan Islam dan NKRI menemukan relevansinya. Tanpa NKRI, solidaritas tercerai-berai.
Melawan Radikalisme dan Korupsi dengan Islam yang Merangkul
Tanpa Islam yang inklusif, negara kehilangan ruh moral. Keduanya adalah pasangan yang tak terpisahkan: Islam memberi jiwa, NKRI memberi tubuh.
“Siapa yang hari ini memisahkan Islam dari NKRI, sejatinya sedang mengkhianati sejarah. Dan siapa yang menjadikan Islam alat untuk menyingkirkan yang berbeda, ia sedang merusak ruh Islam itu sendiri,” ujar Hendra Gunawan, Wakil Ketua DPD PSI Kota Depok, dalam refleksi peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, Ahad, 17 Agustus 2025.
Islam yang sesungguhnya, menurut Hendra, adalah rahmat bagi semesta—hadir untuk merajut solidaritas, bukan menutup diri. “Semuanya tegak indah dalam bingkai kebangsaan, NKRI yang mempersatukan,” katanya. [■]


إرسال تعليق
Silakan beri komentar yang baik dan sopan