iklan header
iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Muin: Pilihan Masyarakat Kota Bekasi adalah yang Terbaik dari yang Terbur

Abdul Muin Hafied, SE, MPd., Caleg PAN No. 2DPRD Kota Bekasi, dapil Bekasi Barat - Medan Satria

bekasi-online.com, Minggu 12 April 2009, 00:19 WIB



BEKASI, bekasiOL - Pasca pencontrengan, ternyata menyisakan rasa sesak di dada Abdul Muin Hafied. Wah, apakah karena sudah kalah perhitungan suara dan semakin terbayang tidak bisa mengembalikan “cost politik” yang telah dikeluarkan dalam usaha menikmati kursi legislatif?


Baca juga: Yuk ikutan Polling ke-2 Mengetahui Siapa Calon Walikota Bekasi 2024?


  Langsung klik link foto berikut:  
Tentukan Walikota pilihan yang Anda kenal untuk kebaikan Kota Bekasi
 

Saya eneg (sesak) memikirkan kondisi bangsa ini” tutur pak RW tiga periode ini, pasca pemilu Sabtu 11 April 2009 di kediamannya, Perum Pejuang Jaya, yang masih saja dipenuhi para pendukung dan tim suksesnya.

Wah apa pasal? Rupanya pengusaha bidang pendidikan ini, memandang sedih terhadap tingkat melek politik masyarakat dalam pemilu 9 April 2009 kemarin.


“Ini harus disikapi secara serius oleh pemerintah terpilih nanti!” tegasnya. Dalam pelaksanaan Pemilu kemarin, banyak fakta yang dibeberkan secara gamblang kepada team reporter bksOL.

 

“Rakyat memilih partai dan bukan calegnya ketika mencontreng tempo hari. Akibatnya, tingkat keterpilihan para caleg juga tidak signifikan!” tukasnya.


Baca juga: Abdul Muin Hafied: Pemkot Harus Beri Sanksi Putus Perjanjian Kerja Sama dengan Kontraktor Revitalisasi Pasar Kranji yang Mangkrak

 

Menurutnya, ini adalah sebuah kenyataan, bahwa para pemilih mengalami kebingungan dalam memilih calon perwakilannya, karena saking banyaknya pilihan. Bahkan dengan terang-terangan, Muin Hafied menegaskan bahwa sebaiknya jumlah Parpol juga dikurangi, “Sehingga tidak sebanyak sekarang!” simpulnya.


Komika bahas penanganan covid19

Selain itu, pendidikan politik juga harus menjadi konsen khusus, agar Pemilu 2014, tidak mengulangi kesalahan Pemilu 2009. “Rakyat harus tahu, caleg lah yang mewakilinya, dan bukan partai” terangnya.


Baca juga: Tri Adhianto, selaku Plt Walikota diminta segera selesaikan kasus mangkraknya proyek revitalisasi Pasar Kranji Baru

 

Para caleg itulah yang bilamana terpilih, akan menjadi perwakilan rakyat, dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di mana dia dipilih, dan sekaligus menjadi pelayan terhadap kepentingan aspirasi rakyat di daerah pemilihannya pula. “Itulah kompetensi para caleg jika terpilih sebagai anggota legislatif nantinya!” terangnya.


Baca juga: Abdul Muin Hafied Kembali Terpilih Jadi Ketua Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Kota Bekasi

 

Jebolan sarjana ekonomi dan master pendidikan ini menyorot tentang keberadaan wakil rakyat di DPRD Kota Bekasi yang duduk tidak dalam kapasitas serta kompetensi yang sesuai, sehingga tidak menjalankan fungsi perwakilannya. “Legislatif nantinya harus punya kemampuan dalam mendukung eksekutif.


Baca juga : Apakah Tri Adhianto Ketua KONI Kota Bekasi 2023-2027 Yang Baru Terpilih Gagal Syarat Verifikasi Kandidat?

 

Keseteraan derajat yang dimilik legislatifi dengan eksekutif harus terlihat jelas, bahkan bila perlu Legislatif sebagai superbody bagi eksekutif dan pelayan langsung seluruh rakyat yang dulu emilihnya maupun tidak.” jelasnya.

Diakuinya kepada bksOL, bahwa perhelatan Pemilu 2009 kemarin, mengharuskannya merogoh kocek sampai nominal ratusan juta. Tapi itupun dikeluarkannya secara bertahap, sedikit demi sedikit.

“Maklum, saya kan pengusaha, jadi sedikit ada rejeki, kemudian sedikit pula dikeluarkan,” tukasnya tanpa bermaksud pamer.

Namun aksi kampanye yang diakuinya dilakukan dengan niatan luhur memberikan pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat, dirusak oleh aksi serangan fajar dan money politic.

Menurutnya, aksi ini merusak langkah-langkah mendidik dan melayani masyarakat di sekitarnya yang telah dibangun secara bertahap melalui pendekatan Multi Level Marketing, yang dilakukan secara terarah dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Namun karena segelintir kelompok caleg dari partai-partai tertentu melakukan pembagian sembako atau uang sehari menjelang pelaksanaan pemilu, maka rusaklah proses panjang pendidikan politik yang telah dilakukan oleh caleg lain yang mencoba bermain bersih dan jujur.

"Memang beda tipis antara money politic yang dilarang dengan kegiatan sosialisasi seperti fogging, bakti sosial, pengobatan gratis dan hal-hal lain yang serupa." aku sang caleg pengusaha dunia pendidikan ini.

Baginya kesemua hal tersebut, ya menggunakan instrumen biaya, uang sebagai mesiu utamanya untuk bertempur.

Bisa jadi karena panwaslu sendiri sepertinya tidak mempunyai juklak atau aturan definitif tentang penafsiran "money politic" yang bagaimana yang masuk kategori haram atau tindakan pelanggaran pemilu.


Dengan munculnya pembelian suara rakyat dengan iming-iming uang dan sembako saat sehari menjelang pemilu di kalangan masyarakat level tertentu (biasanya perkampungan yang bukan tinggal di komplek perumahan), maka ini merusak tatanan pendidikan politik.

Karena saking bingungnya rakyat pemilih (konstituen) di wilayah yang dimaksud maka saat ada tawaran bantuan sosial (apapun itu bentuknya) yang sebetulnya bisa dikategorikan money politic akhirnya bagi mereka adalah siapa yang terakhir memberikan sesuatu kepada mereka itulah yang paling gampang diingat untuk dipilih, demikian ungkapnya kritis. [■]

Reporter: TimRedaksi, Redaktur: DikRizal



Kandidat Calon Walikota Bekasi Heri Koswara

Post a Comment

Silakan beri komentar yang baik dan sopan

Lebih baru Lebih lama
Kandidat Calon Walikota Bekasi, Heri Koswara