Skandal Pasir Bitung: Investigasi, Bantahan dan Bayang-Bayang Perselingkuhan Kekuasaan
Laporan Khusus Kandidat2 – Bitung, Sulawesi Utara (Foto: Michael H)

Tujuan mereka jelas: meminta klarifikasi dari Kapolsek Maesa, AKP Ferry Padama, soal berita yang menyeret namanya dalam pusaran dugaan praktik tambang ilegal dan suap terhadap wartawan.
Dalam laporan tersebut, AKP Ferry dituding terlibat dalam praktik pembongkaran dan pengiriman pasir ilegal dari Bitung ke luar provinsi.
Kepada tim jurnalis yang menemuinya di kantor Polsek, AKP Ferry Padama menepis keras seluruh tudingan tersebut. Ia menyebut pemberitaan itu sebagai fitnah yang tidak berdasar.
“Saya tidak pernah membekingi kegiatan ilegal, apalagi menyuap wartawan,” kata Ferry dengan nada tenang namun tegas.
Tak cukup sampai di situ, tim investigasi menyusuri jejak pasir dan kabar yang membawanya.
Mereka menyeberang ke Pulau Lembeh, tepatnya ke Kelurahan Papusungan, Lingkungan IV, Kecamatan Lembeh Selatan—salah satu titik yang disebut-sebut sebagai lokasi penampungan pasir ilegal.
Di lokasi, mereka diterima baik oleh petugas Polsek Lembeh Selatan. Seorang petugas keamanan di lokasi dermaga mengonfirmasi bahwa tempat tersebut memang digunakan untuk menampung pasir, namun membantah ada keterlibatan polisi dalam proses pengawalan atau pengiriman.
“Kami hanya pekerja, Pak. Soal bos atau siapa yang kirim pasir, saya tidak tahu persis,” ujar petugas keamanan.
Perjalanan investigasi berlanjut ke Kelurahan Madidir Ure, tepatnya di Kompleks Sari Cakalang, lokasi yang juga dikaitkan dalam pemberitaan Inanews.
Ko (R) tak menampik bahwa dirinya mengenal sang Kapolsek. Namun, menurutnya, hubungan mereka sebatas pertemanan biasa.
“Saya minta bantu pengamanan saja, karena lokasi masih masuk wilayah hukum Polsek Maesa. Tapi bukan berarti dibekingi. Tidak ada uang sogok, hanya sekadar untuk ngopi-ngopi. Itu pun saya beri secara ikhlas,” ujarnya, menggeleng.
Ia juga membantah pasir yang dikirimnya berasal dari tambang ilegal. Menurut Ko (R), pasir tersebut dibeli dari wilayah Kecamatan Ranowulu dan sudah memiliki izin dari kelurahan setempat.
“Pasir itu saya tampung di rumah, lalu dibawa ke lokasi usaha saya di Lembeh. Malah, sebagian pasir itu untuk membantu warga yang membutuhkannya,” ujarnya.
Menariknya, saat dimintai konfirmasi via pesan WhatsApp oleh media, AKP Ferry Padama sempat mengirim jawaban yang ambigu:
“Pak, nanti hari Jumat saja yah, boleh. Soalnya tadi sudah habis dibagi sama teman-teman wartawan. Jumat itu uang pulsa… Ok?”
Potongan chat inilah yang menjadi pemantik utama laporan investigatif awal. Namun, Kapolsek berkilah bahwa konteks percakapan telah dipelintir.
Di tengah silang pendapat ini, publik bertanya: siapa yang sebenarnya bermain? Polisi, pengusaha, atau media?
Dinamika tambang liar di Sulawesi Utara memang kerap diselimuti kabut hitam yang tebal. Tapi kali ini, kabut itu perlahan tersibak oleh jejak investigasi dan silang klaim.
Kini, semua mata tertuju pada Propam Polda Sulut. Apakah akan bersikap tegas menyelidiki dugaan pelanggaran etik di tubuh institusi, atau justru memilih jalan senyap di tengah sorotan?
Dan bagi publik, hanya satu yang dibutuhkan: kebenaran—meski harus digali di antara tumpukan pasir dan reputasi yang mulai keropos.
Laporan ini disusun oleh Tim Investigasi Gabungan:
Investigatif Desk. [■]


Posting Komentar
Silakan beri komentar yang baik dan sopan